PALU, KAIDAH.ID – Dugaan kasus pencabulan anak di bawah umur, yang diduga dilakukan oleh seorang pengacara di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) berinisial ABM, terkesan tidak mendapat perhatian para aktivis peduli perempuan dan anak.
Padahal, kasus tersebut sudah berada di meja penyidik Subdit IV Ditreskrimum Polda Sulteng. Bahkan, penyidik segera memanggil terlapor untuk dimintai keterangan.
“Penyidik sudah menjadwalkan, pemeriksaan terhadap terlapor dilakukan pekan depan,” kata Kasubdit Penmas Polda Sulteng Kompol Sugeng Lestari
Pemanggilan terhadap terlapor itu, karena yang bersangkutan berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/35/II/2024/SPKT/Polda Sulteng tanggal 12 Februari 2024, diduga melakukan pencabulan terhadap seorang anak perempuan berusia 10 tahun.
Menurut Kasubdit Penmas Polda Sulteng, atas laporan tersebut, penyidik telah memeriksa sejumlah orang sebagai saksi, antara lain ayah korban sebagai pelapor, ibu pelapor, nenek pelapor dan istri dari terlapor.
Untuk diketahui, berdasarkan laporan polisi, kasus pencabulan itu ditengarai sudah berlangsung selama empat tahun atau sejak 2020 hingga 2024, yang dilakukan di tiga tempat, yaitu di Jalan Merak, Jalan Setia Budi Palu dan di Desa Tinggede, Kabupaten Sigi.
Kasus pencabulan anak di bawah umur itu terbongkar, setelah korban menceritakan peristiwa yang dia alami itu kepada gurunya di sekolah.
Menurut seorang saksi, korban meminta, agar gurunya melaporkan peristiwa yang dialaminya itu kepada polisi.
“Korban lebih memilih menceritakan kepada gurunya daripada keluarga, sebab berharap ada solusinya,” kata saksi.
Dari guru kelasnya lalu disampaikan kepada keluarga korban, bahwa anak muridnya mengalami aksi pencabulan oleh pamannya sendiri.
Bocah tersebut bercerita kepada gurunya, bahwa setiap kali ia menginap di rumah pamannya tersebut, ia selalu mengalami aksi bejat dan tak senonoh dari pamannya yang seorang pengacara itu.
“Bocah itu berani bercerita kepada gurunya, karena tidak tahan lagi dengan perlakuan pamannya,” kata saksi.
MANA SUARA AKTIVIS PEREMPUAN
Kasus ini, nyaris kurang mendapat perhatian dari sejumlah aktivis peduli perempuan dan anak di Kota Palu.
Padahal biasanya, jika ada peristiwa pencabulan atau pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, para aktivis ini selalu berteriak keras agar segera ditangani.
Sebagai perbandingan, kasus kekerasan seksual yang dialami seorang remaja perempuan di Parigi Moutong, para aktivis peduli perempuan dan anak mengadvokasi kasus tersebut hingga persidangan terhadap para pelaku.
Namun untuk kasus pencabulan anak di bawah umur dengan terlapor pengacara berinisial ABM ini, suara para aktivis perempuan di Kota Palu tak begitu nyaring. Belum diketahui apa penyebabnya.
Namun dari penelusuran kaidah.id, diduga karena terlapor juga adalah seorang pengacara, yang selama ini memang menjadi kawan seperjuangan para aktivis di Kota Palu.
Bahkan, pengacara ABM tersebut adalah pengurus badan hukum salah satu partai politik. Terlapor sebelumnya juga aktif di beberapa NGO di Kota Palu.
Meski begitu, belum ada penjelasan mengenai kedekatan terlapor tersebut dengan para aktivis perempuan di Kota Palu.
Padahal, jika kasus pelecehan seksual terhadap bocah 10 tahun itu terbukti, maka berdasarkan Pasal 81 dan 82 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, pelaku akan dipidana penjara maksimal 15 tahun. (*)
Tinggalkan Balasan