SULTENG SETARA. Provinsi Sulawesi Tengah, memiliki potensi luar biasa untuk menjadi wilayah yang sejahtera dan setara. Potensi inilah yang menjadi dasar pemikiran buku SULTENG SETARA: Konsep dan Pemikiran Ahmad Ali Membangun Negeri, yang ditulis oleh Suparman dan Ahmad Ali.

Buku setebal 303 halaman ini, baru saja diterima oleh Kaidah.id, menjadi salah satu karya yang menarik perhatian, karena gagasan segar yang ditawarkan Suparman dan Ahmad Ali.

Dalam buku ini, Suparman dan Ahmad Ali secara lugas mengulas betapa besar kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Sulawesi Tengah. Mulai dari tambang mineral, pertanian, perkebunan, perikanan, hingga sektor pariwisata, semuanya menawarkan peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Namun, penulis menekankan, kekayaan ini harus dikelola dengan perencanaan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Salah satu fokus utama buku ini, adalah pentingnya distribusi manfaat yang adil dan merata. Penulis menggarisbawahi, peningkatan taraf hidup masyarakat, tidak bisa dicapai tanpa memperhatikan akses yang setara terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi.

Semua individu, menurut penulis, harus diberikan kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi bagi kemajuan daerah.

Dengan prinsip kesetaraan sebagai landasan, buku ini juga menawarkan pandangan tentang bagaimana harmoni sosial yang kokoh dapat tercipta.

Ahmad Ali, melalui tulisannya, mengajak pembaca untuk melihat Sulawesi Tengah sebagai contoh daerah yang mampu mempraktikkan pembangunan berbasis kesetaraan, yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan material, tetapi juga membangun masyarakat yang egaliter.

SULTENG SETARA, bukan hanya sekadar buku, tetapi juga sebuah ajakan refleksi dan aksi untuk mewujudkan Sulawesi Tengah yang lebih maju dan manusiawi.

Bagi pembaca yang ingin memahami lebih dalam tentang konsep pembangunan daerah dan gagasan Ahmad Ali, untuk Sulawesi Tengah, buku ini adalah referensi yang patut dibaca.

Dengan narasi yang mengalir dan pemikiran yang visioner, Suparman dan Ahmad Ali berhasil menyajikan sebuah karya yang tidak hanya inspiratif tetapi juga relevan untuk masa kini. Buku ini menjadi cerminan semangat perubahan bagi Sulawesi Tengah menuju masa depan yang lebih cerah.

MENYUARAKAN GAGASAN DAN MENGINSPIRASI PERUBAHAN

Bagi Ahmad Ali, menulis bukan sekadar aktivitas mencatat pemikiran, tetapi juga sarana strategis untuk menyuarakan gagasan dan menginspirasi perubahan. Sebagai seorang politisi, pengusaha, dan tokoh masyarakat yang peduli pada kemajuan Sulawesi Tengah, Ahmad Ali memandang menulis sebagai jembatan untuk menjangkau masyarakat luas, sekaligus alat untuk mendokumentasikan visi dan misinya.

Dalam karya-karyanya, termasuk buku SULTENG SETARA, Ahmad Ali menunjukkan bagaimana ide-ide besar dapat dituangkan ke dalam tulisan untuk memengaruhi pola pikir pembacanya. Menulis bagi Ahmad Ali adalah cara untuk menyampaikan pesan secara sistematis, mendalam, dan mudah dipahami. Ia percaya bahwa tulisan yang baik mampu membangun kesadaran, mendorong dialog, dan menggerakkan aksi nyata.

Ahmad Ali saat menyerahkan buku SULTENG SETARA kepada Iqbal, Ketua Gerinda Kabupaten Sigi | Foto: Ochan/Kaidah

Selain itu, menulis juga menjadi bagian dari upaya Ahmad Ali untuk meninggalkan jejak intelektual. Pemikirannya tentang pentingnya pembangunan inklusif, distribusi manfaat yang adil, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, semuanya terdokumentasi sebagai warisan pemikiran bagi generasi mendatang.

Bagi Ahmad Ali, menulis adalah tanggung jawab moral seorang pemimpin. Melalui tulisan, ia dapat menjangkau masyarakat di berbagai lapisan, menyampaikan ide-ide perubahan, serta memotivasi mereka untuk turut serta dalam upaya membangun daerah.

Menulis, baginya, bukan hanya tentang berbagi ide, tetapi juga menghubungkan hati dan pikiran, menciptakan ruang diskusi yang produktif, dan menggerakkan solidaritas untuk mencapai tujuan bersama.

Dengan semangat ini, Ahmad Ali terus menggunakan tulisan sebagai salah satu senjata utamanya untuk berkontribusi bagi kemajuan Sulawesi Tengah dan Indonesia secara umum.

Bagi Ahmad Ali, menulis bukan hanya sarana berbicara kepada dunia, tetapi juga jalan untuk merajut harapan besar dan harapan baru menjadi kenyataan. (*)

Editor: Ruslan Sangadji