PALU, KAIDAH.ID – Produk-produk khas Sulawesi Tengah masih banyak yang belum memperoleh perlindungan melalui Indikasi Geografis (IG). Indikasi geografis adalah tanda, yang menunjukkan daerah asal suatu produk atau barang yang memiliki reputasi, karakteristik, dan kualitas tertentu. Reputasi, karakteristik, dan kualitas tersebut didapatkan karena faktor lingkungan geografis, seperti faktor alam atau faktor manusia.
Berdasarkan data dari Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Provinsi Sulawesi Tengah, saat ini baru tiga produk yang telah terdaftar sebagai IG, yaitu Kain Tenun Donggala, Kain Tenun Nambo, dan Ikan Sidat. Padahal, wilayah ini memiliki banyak produk unggulan yang mencerminkan keunikan geografisnya.
Kakanwil Kemenkumham Sulteng, Hermansyah Siregar, menjelaskan pentingnya Indikasi Geografis dalam memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap produk lokal.
“Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis, baik alam maupun manusia, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang tersebut,” paparnya di acara Media Gathering, Jumat, 27 Desember 2024.
Ia mencontohkan Champagne, minuman anggur dari Perancis, sebagai salah satu produk yang dilindungi oleh Indikasi Geografis. Perlindungan ini memastikan kualitas, keaslian, dan reputasi produk tetap terjaga.
Menurut Hermansyah, Indonesia sebagai negara tropis, yang kaya akan keragaman budaya dan sumber daya alam, memiliki potensi besar untuk melindungi produk-produk khasnya melalui mekanisme IG. Contoh sukses di dalam negeri meliputi Kopi Gayo dari Aceh dan kain tenun khas Sulawesi Tengah.
Potensi Besar Sulawesi Tengah
Di Sulawesi Tengah, sejumlah produk potensial masih menanti perhatian, seperti Kaledo dan bawang goreng. Hermansyah menegaskan, perlindungan Indikasi Geografis dapat meningkatkan nilai tambah komersial produk sekaligus mencegah praktik persaingan tidak sehat.
“Produk yang memiliki sertifikat Indikasi Geografis, cenderung dihargai lebih tinggi di pasaran karena keaslian dan kualitasnya yang terjamin,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan, peran penting pemerintah daerah dalam mendukung proses pendaftaran IG untuk produk-produk khas. Dengan perlindungan ini, keuntungan ekonomi dari produk lokal dapat dinikmati langsung oleh masyarakat daerah, sehingga meningkatkan kesejahteraan produsen lokal.
Kerajinan Lore: Contoh Produk Potensial
Ikbal, seorang pendamping komunitas, mengungkapkan adanya potensi kerajinan tangan unik dari masyarakat Lore, Kabupaten Poso, yang layak didaftarkan sebagai IG.
Kerajinan ini menggunakan bahan dasar tanaman Eha, tumbuhan khas yang tumbuh di kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Produk-produk seperti gelang dan tas dari Eha telah dibuat secara turun-temurun oleh masyarakat Lore Peore dan Lore Tengah.
“Kerajinan ini tidak hanya merepresentasikan keterampilan local, tetapi juga memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Dukungan untuk pendaftaran IG akan sangat membantu melestarikan tradisi ini dan meningkatkan nilai jual produk di pasaran,” jelas Ikbal.
Langkah Ke Depan
Hermansyah mengajak pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk bersama-sama mendorong produk khas Sulawesi Tengah mendapatkan perlindungan Indikasi Geografis.
“Dengan semakin banyaknya produk yang terdaftar, kita tidak hanya melindungi warisan budaya lokal, tetapi juga membuka peluang ekonomi yang lebih luas,” harapnya.
Produk-produk dengan Indikasi Geografis tidak hanya menjadi kebanggaan daerah tetapi juga dapat bersaing di pasar global. Dukungan pemerintah daerah dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mewujudkan hal ini. (*)
Editor: Moch. Subarkah
Tinggalkan Balasan