Oleh: Yudi M. Tangahu – Direktur Pengelola Badan Usaha KAHMI Sulteng
DUA TAHUN LALU, tepatnya 17 Mei 2023 pukul 21.00 WITA di Hotel Palu Golden, saya bersama hampir 100 orang lainnya menghadiri pelantikan pengurus Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MW KAHMI) Sulawesi Tengah. Dalam kesempatan itu, saya diberi amanah sebagai Direktur Pengelola Badan Usaha, bersama empat rekan lainnya yang rata-rata lebih muda dari saya.
Tentu saja, menjadi direktur dalam konteks KAHMI, tidaklah identik dengan jabatan di perusahaan bonafide. Di organisasi besar seperti KAHMI, jabatan adalah amanah yang sarat tanggung jawab moral, bukan prestise belaka. Dengan kemampuan akademik dan pengalaman yang terbatas, saya berusaha menjalankan kepercayaan itu sebaik mungkin.
Selama dua tahun terakhir, kami berlima menyempatkan waktu di tengah kesibukan masing-masing untuk berdiskusi mengenai bentuk dan jenis usaha yang sesuai dengan karakteristik KAHMI. Tak jarang diskusi dilakukan hanya berdua, karena anggota lainnya harus menghadapi berbagai keadaan darurat yang tak bisa dihindari. Kami memaklumi itu, karena semangat kolektif dan niat baik selalu menjadi fondasi utama.
Menggagas ide usaha dalam kerangka organisasi besar seperti KAHMI bukanlah perkara mudah. Kami harus menahan ego dan menyaring gagasan, agar mampu menjangkau kebutuhan dan kepentingan lintas lapisan alumni. Dalam proses itu, gagasan pribadi yang rasional pun kadang harus diredam demi kebersamaan. Diskusi terus bergulir, mencari bentuk usaha yang inklusif dan dapat diterima oleh seluruh anggota.
Tanpa kami sadari, waktu berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya, salah satu diskusi internal kami bersinggungan dengan gagasan serupa yang sedang dirancang oleh Ketua MW KAHMI, yang juga merupakan pengurus di tingkat nasional. Momentum ini menjadi pintu terbuka untuk menyatukan energi dan langkah.
Pada Sabtu, 10 Mei 2025, pukul 15.00 WITA, kami berkumpul di kediaman Ketua Harian MW KAHMI, seorang sahabat sekaligus saudara alumni yang akrab kami sapa Ey. Dalam suasana santai namun serius, saya menyampaikan gagasan tentang pembentukan koperasi sebagai bentuk usaha yang ideal. Koperasi dipilih karena bersifat kolektif, tanpa diskriminasi modal dan kepemilikan. Prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang menjadi landasan koperasi sangat selaras dengan nilai-nilai yang kami anut di KAHMI.
Diskusi selama tiga jam itu menghasilkan kesepakatan awal: nama koperasi, susunan pengurus, dan syarat keanggotaan. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Karena keterbatasan waktu, kami pun menjadwalkan pertemuan lanjutan pada Selasa berikutnya, bertepatan dengan libur nasional.
Pertemuan kedua berlangsung di rumah salah satu Dewan Pembina koperasi terpilih. Kali ini, kami mengundang pendamping resmi dari instansi terkait untuk memberikan penjelasan teknis soal pendirian koperasi. Ternyata, regulasi telah berubah cukup signifikan. Salah satunya adalah syarat legalisasi melalui notaris khusus yang telah ditetapkan pemerintah.
Kami pun menyadari, bahwa mewujudkan niat baik tak semudah membalikkan telapak tangan. Prosesnya bagaikan menempuh perjalanan panjang penuh liku. Kadang jalan terasa rata, kadang terjal dan berbatu. Namun, semangat tak pernah surut. Bahkan, untuk menetapkan syarat keanggotaan saja, diperlukan diskusi panjang yang kritis dan partisipatif demi menghasilkan keputusan yang komprehensif dan inklusif.
Menjelang akhir diskusi, peserta mulai kelelahan. Energi terkuras oleh proses penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi, yang harus disesuaikan dengan regulasi terbaru. Karena belum tuntas, kami sepakat membagi tugas untuk menyelesaikan dokumen dan persyaratan yang masih tertunda. Harapannya, dalam waktu dekat koperasi ini dapat segera disahkan dan mulai menjalankan aktivitas ekonomi.
Koperasi ini bukan hanya wadah usaha, tetapi juga manifestasi harapan besar: mewujudkan kesejahteraan anggota dan kontribusi nyata bagi ekonomi kerakyatan, sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945. Wujud nyata ekonomi rakyat.
Gagasan ini juga menjadi upaya konkret menghidupkan kembali semangat Mohammad Hatta, sang proklamator yang dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Koperasi yang kami gagas – bernama TigaTiga Hijau Hitam – diharapkan menjadi pionir jalan baru bagi pengembangan lembaga ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan dapat diandalkan oleh alumni KAHMI Sulawesi Tengah, bahkan seluruh rakyat Indonesia.
Dengan semangat “Yakin Usaha Sampai” (Yakusa), kami melangkah merintis jalan raya ekonomi rakyat. YAKUSA!
Editor: Ruslan Sangadji
Tinggalkan Balasan