Jumat, 29 Maret 2024

Di Moutong, Tombolotutu Melawan

AMSTERDAM - Salah satu kapal VOC bernama Amsterdam, yang digunakan Cornelis de Houtman saat datang ke Nusantara | Foto: Can Pac Swire is licensed under CC BY-NC 2.0

BEBERAPA TAHUN berselang setelah kontrak sepihak oleh Compagnie van Verre itu, masuklah bala tentara Belanda ke seluruh pelosok Nusantara. Belanda juga merangsek masuk hingga ke Kerajaan Moutong. Peristiwa itu terjadi pada abad ke 18.

Di Moutong, ada seorang tokoh penting yang sangat masyhur di masyarakat. Sosoknya yang sederhana dan suka membantu rakyat, membuat orang Moutong patuh padanya dan menjadikannya sebagai raja. Tombolotutu adalah keturunan dari Raja Massu, raja ketiga di Kerajaan Moutong.

Idrus Rore, salah seorang penulis Buku Bara Perlawanan di Teluk Tomini mengisahkan, sosok Tombolotutu adalah seorang raja tetapi bukan raja. Menurutnya, di mata masyarakat, Tombolotutu adalah seorang raja, karena diangkat oleh masyarakat dan tidak pernah dilantik oleh Belanda. Berbeda dengan banyak raja lainnya di Nusantara, yang berkuasa karena diangkat oleh Belanda.

“Tombolotutu bukan sekadar raja, tetapi Tombolotutu juga berjuang mengusir orang Belanda yang datang hendak menguasai wilayah itu. Tombolotutu, bukanlah seorang pengkhianat,” katanya.

Selain sebagai raja yang bukan dikukuhkan oleh Belanda, Tombolotutu juga dikenal sebagai orang kaya di usianya yang masih 17 tahun. Tombolotutu adalah seorang pedagang besar kala itu. Jika situasi itu terjadi sekarang, boleh jadi Tombolotutu muda itu sudah menjadi Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).

Di usianya yang masih 20 tahun, Tombolotutu telah diangkat masyarakat setempat, untuk meneruskan tahta ayahnya sebagai Raja Moutong. Meski dengan status sosial yang tinggi itu, tapi Raja Tombolotutu tak berjarak dengan rakyatnya. Sifat itu menurun dari ayahnya, Raja Massu, Raja Moutong yang ke tiga.

Sumber tulisan ini sebagian dari buku Bara Perlawanan di Teluk Tomini, yang ditulis Dr Lukman Nadjamuddin dan kawan-kawan. *