JAKARTA, KAIDAH.ID –  Ketua Dewan Pers, Mohammad Nuh menegaskan, judicial review terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentan Pers, adalah sesat pikir dan keinginan untuk memecah belah kalangan insan pers. Itu terbaca dalam permohonan judicial review yang disampaikan Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso kepada Mahkamah Konstitusi.

“Permohonan itu merupakan upaya pelemahan kemerdekaan pers sehingga patut ditolak dan dihadapi bersama-sama,” tegas Mohammad Nuh dalam rilis resmi yang diterima kaidah.id, Rabu, 10 November 2021.

Menurut Mohammad Nuh, permohonan judicial review UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap UUD 1945, sebagai bentuk pembangkangan. Penafsiran bahwa Dewan Pers memonopoli semua peraturan pers adalah pemahaman yang salah.

“Dewan Pers menilai, secara gramatikal norma-norma yang termuat pada seluruh pasal di dalam UU Pers 40/1999, termasuk Pasal 15 ayat (2) huruf f, telah jelas pemaknaannya, tidak multitafsir apalagi sumir,” kata Mohammad Nuh menjawab dalil Pemohon I, Heintje Grontson Mandagie.

Lantaran itu, Dewan Pers menilai, dalil pemohon yang menyatakan “Dewan Pers memonopoli pembentukan semua peraturan dan memiliki kewenangan serta mengambil alih peran organisasi pers menyusun peraturan di bidang Pers”, sangat tidak berdasar sama sekali.

“Bahkan sebagai kesesatan berpikir dan kekeliruan pemahaman para pemohon pada UU Pers 40/1999, mulai dari sejarah penyusunannya hingga norma-norma dalam UU Pers Nomor 40/1999,” ucapnya.

Menurut Menteri Pendidikan 2009-214 itu, berdasarkan Asas Swa-Regulasi sebagai amanat dari UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Dewan Pers dalam praktiknya terlibat penyusunan aturan di bidang pers yang dibutuhkan dan diusulkan oleh organisasi pers. Dasar  pertimbangannya, untuk memenuhi kebutuhan akan adanya aturan, panduan dan pedoman tertentu, kepastian hukum dalam penyelenggaraan kemerdekaan pers, dan meningkatkan kehidupan pers serta dapat berdampak kepada masyarakat luas (publik).

“Semua itu dilaksanakan sesuai dengan fungsi Dewan Pers dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers Nomor 40/1999, yakni difasilitasi oleh Dewan Pers,” ujar Mohammad Nuh.

Kata memfasilitasi, sebut Mohammad Nuh, bermakna memberi dukungan kemudahan, sarana, dan prasarana bagi organisasi pers dalam menyusun aturan di bidang pers, dilakukan dengan cara mendiskusikan dan membahas secara simultan hingga diperoleh hasil akhir, berupa konsensus atau kesepakatan bersama terhadap penyusunan atas aturan di bidang pers tersebut. Kemudian memformalkan dan mengesahkan hasil akhir atas penyusunan aturan di bidang pers tersebut dalam bentuk Peraturan Dewan Pers,” jelasnya.

“Contoh nyata penyusunan swa-regulasi ini, dapat dilihat di dalam Kode Etik Jurnalistik, Kode Perilaku Wartawan, Standar Kompetensi Wartawan, Standar Perusahaan Pers, Standar Organisasi Perusahaan Pers, dan lain-lain,” jelasnya.