Rasa lama, rasa terasa lama

Rasa-rasa lama tidak bertemu

Bertanya-tanya apakah di sana membias wajah muram, yei yei yeeeei

Rasa duka

Rasa duka yang sama

Bertanya-tanya apakah di sana membias wajah muram, yei yei yeeeei

Sampai kapan ini akan berakhir

Terpenjara raga di cobaan ini

Hanya doa-doa yang terus terucap

Semoga semua ini akan berakhir

…………………………

BEGITU POTONGAN LIRIK LAGU #LawanResah dinyanyikan para musisi Sulawesi Tengah.  #LawanResah, pernyataan atas rangkaian peristiwa yang menimpa Sulawesi Tengah, Indonesia dan dunia, tetapi dimaknai secara positif, yang membuat sesuatu harusnya bisa dilakukan, tapi belum bisa terwujud.

#LawanResah, adalah gambaran perasaan yang diwujudkan lewat kerja keroyokan (kolaborasi), memaknai peristiwa dengan optimisme tanpa menyalahkan, karena kesadaran bahwa di atas semua ini, Sang Penciptalah yang telah menentukan alur perjalanan kehidupan.

#LawanResah, adalah ungkapan perasaan yang dicurahkan lewat kreativitas para pekerja seni Sulawesi Tengah di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Palu dan Dolo, karena rentetan peristiwa yang dialami saat ini, sementara pemulihan akibat gempa 2018 belum berakhir.

Menurut Erick Tamalagi, #LawanResah itu tercipta, karena diawali dari kumpul-kumpul saat masa awal penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta.

“Saling melengkapi, dimulai dari Ijal yang mengajar di Sekolah Purwa Caraka, kemudian Marten Kandolia, selanjutnya Doni Akason, Bode, Pallo, Zarro dan akhirnya melibatkan banyak lagi yang lain seperti Abdee Negara, Yoyo Bassman dan Adi Tangkilisan,” kata Erick Tamalagi yang juga Staf Khusus Menteri Pertanian RI itu.

Mendengarkan lagu #LawanResah, pendengar dibawa dalam nuansa mistik yang kental, karena adanya irama kakula (alat musik tiup serupa suling panjang) dan krambangan, menjadi ide Jemmy Lobo.