Oleh: Iqhlima Yustpika Putri – HMI Cabang Bandung

Perubahan Iklmi, sebuah fenomena global yang ditandai dengan peningkatan suhu rata-rata global, perubahan cuaca ekstrem, dan naiknya permukaan air laut, bukan lagi sekadar persoalan lingkungan hidup.

Hal ini menimbulkan ancaman nyata bagi kehidupan manusia dalam banyak hal. Aktivitas manusia, khususnya pembakaran bahan bakar fosil, emisi gas rumah kaca, dan penggundulan hutan merupakan penyebab utama perubahan iklim. Dampaknya dirasakan di seluruh dunia dan menjadi semakin memprihatinkan seiring berjalannya waktu.

Pada dasarnya, perubahan iklim erat kaitannya dengan efek rumah kaca. Gas-gas di atmosfer, seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O), bertindak seperti kaca dalam rumah kaca.

Ia memungkinkan masuknya radiasi matahari namun menahan sebagian panasnya, sehingga menghangatkan planet. Proses alami ini penting untuk menjaga suhu Bumi tetap layak huni. Namun, aktivitas manusia telah secara dramatis meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca, meningkatkan efek rumah kaca dan menyebabkan pemanasan global.

Sebelum Revolusi Industri, pada pertengahan abad ke-18, terdapat keseimbangan alami gas rumah kaca di atmosfer Bumi. Perubahan signifikan dimulai dengan Revolusi Industri, yang ditandai dengan penggunaan bahan bakar fosil (batubara, minyak, dan gas) secara luas sebagai sumber energi. Pembakaran bahan bakar fosil melepaskan sejumlah besar CO2 ke atmosfer, yang merupakan penyebab utama pemanasan global.

Aktivitas manusia merupakan penyebab utama perubahan iklim. Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam untuk menghasilkan energi melepaskan gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2), ke atmosfer.

Proses penggundulan hutan, praktik pertanian intensif, dan aktivitas industri juga berkontribusi terhadap peningkatan konsentrasi gas rumah kaca. Gas-gas ini bertindak seperti selimut yang memerangkap panas matahari, sehingga meningkatkan suhu rata-rata Bumi.

Salah satu dampak perubahan iklim yang paling nyata adalah peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam. Gelombang panas ekstrem, kekeringan berkepanjangan, badai yang lebih hebat, banjir yang meluas, dan kebakaran hutan yang dahsyat semakin sering terjadi dan menimbulkan kerugian yang sangat besar.

Bencana-bencana ini, tidak hanya merusak infrastruktur dan properti, namun juga menyebabkan kematian, pengungsian massal, dan terganggunya rantai pasokan makanan.

Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan dataran rendah, sangat rentan terhadap kenaikan permukaan air laut, yang dapat menyebabkan banjir besar dan hilangnya tempat berlindung secara permanen.

Perubahan iklim juga berdampak besar terhadap ketersediaan sumber daya air dan kualitas air. Meningkatnya suhu mencairkan es dan gletser, sehingga menyediakan sumber air bersih bagi banyak komunitas. Perubahan pola curah hujan juga menyebabkan kekeringan di beberapa wilayah dan banjir di wilayah lain, sehingga berdampak pada ketersediaan air bersih untuk minum, sanitasi, dan pertanian.

Kondisi ini dapat memperburuk masalah kelaparan dan kekurangan gizi, terutama di negara-negara berkembang yang sudah menghadapi tantangan ketahanan pangan.

Sektor pertanian dan perikanan, yang merupakan tulang punggung perekonomian banyak negara, sangat rentan terhadap dampak perubahan tersebut. Perubahan suhu dan pola curah hujan dapat menurunkan hasil panen, merusak lahan pertanian, dan mengganggu siklus reproduksi ikan.

Hal ini dapat menyebabkan harga pangan yang lebih tinggi, kekurangan pangan, dan konflik sosial akibat persaingan untuk mendapatkan sumber daya. Petani dan nelayan yang bergantung pada kondisi cuaca yang stabil akan terkena dampak paling besar dari perubahan iklim, sehingga membahayakan penghidupan mereka.

Kesehatan manusia juga sangat terkena dampak perubahan iklim. Gelombang panas yang ekstrim dapat menyebabkan sengatan panas dan kematian, terutama bagi orang lanjut usia, anak-anak, dan orang-orang dengan kondisi kesehatan penyerta.

Perubahan iklim juga akan meningkatkan prevalensi penyakit menular yang ditularkan melalui vektor seperti nyamuk, lalat, dan tikus. Penyakit seperti malaria, demam berdarah dan penyakit diare menjadi semakin umum dan sulit dikendalikan, sehingga memberikan tekanan pada sistem kesehatan masyarakat. Kualitas udara yang buruk akibat polusi dan kebakaran hutan juga dapat memperburuk penyakit pernafasan dan jantung.

Selain dampak fisik, perubahan iklim juga berdampak signifikan terhadap kesehatan mental masyarakat. Kecemasan ekonomi, kehilangan rumah, dan trauma bencana alam dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi.

Perasaan putus asa dan kehilangan kendali terhadap lingkungan juga dapat mempengaruhi kesehatan psikologis seseorang. Komunitas yang paling terkena dampak, seperti kelompok rentan dan masyarakat adat, seringkali menghadapi tekanan psikologis yang lebih besar.

Perubahan iklim juga dapat memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi. Negara-negara berkembang dan masyarakat miskin seringkali lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim karena mereka mempunyai sumber daya yang terbatas untuk beradaptasi.