PALU, KAIDAH.ID – Pemerintah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Pemprov Sulteng), pada Senin, 18 Maret 2024 lalu menggelar Forum Perangkat Daerah dan Rapat Koordinasi Teknis Rencana Pembangunan (Rakortekrenbang ).

Pada pembukaan acara tersebut, Ketua DPRD Sulteng Nilam Sari Lawira menyampaikan sejumlah pokok pikirannya. Dia mengatakan, pada 13 April 2024 nanti Sulawesi Tengah akan berusia 60 tahun.

Nilam mengakui, di usia tersebut, pembangunan di provinsi ini terbilang cukup pesat, meskipun sempat terhenti karena runtutan bencana alam (gempa, tsunami dan likuefaksi) dan non alam (pandemi Covid-19).

“Kita harus akui, bencana itu mempengaruhi perekonomian dan pembangunan di Sulteng. Masyarakat merasakan dampaknya yang cukup besar. Tercatat 48,52 persen perekonomian Sulteng mengalami kerusakan,” sebut Nilam yang juga caleg DPR RI terpilih itu.

Pascabencana, katanya, pada 2023, terdapat tiga indikator kinerja pembangunan yang realisasinya melampaui target RPJMD Tahun 2021-2026, yakni Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) mencapai 11,91 persen melampaui target sebesar 6,56 persen.

“Tetapi, LPE yang tinggi itu, lebih banyak ditentukan oleh atraktivitas Kawasan Industri Berbasis Logam Dasar di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara, bukan didorong oleh atraktivitas multiplier effect belanja pembangunan berkualitas,” jelas Nilam Sari.

Sedangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sebut Nilam, mencapai 71,66 poin melampaui target 69,87 poin. Pun halnya Nilai Tukar Petani (NTP), sebut Nilam, mencapai 106,33 poin melampaui target sebesar 103,58 poin.

Menurutnya, komponen IPM yang membuat Sulteng berada pada kategori tinggi, didorong oleh Pendapatan Perkapita Disesuaikan atau Purchasing Power Parity (PPP), yang ditunjang oleh pendapatan per kapita Kabupaten Morowali sebesar Rp500 juta per tahun dan Pendapatan Perkapita Kabupaten Morowali Utara sebesar Rp100 juta per tahun.

“Bukan oleh Dimensi Kesehatan dan Pendidikan sebagai indikator inklusivitas pembangunan,” ujarnya.

Terkait Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), menurut Nilam, dari 3 persen pada Agustus 2022, menjadi 2,95 persen pada Agustus 2023, atau terjadi penurunan secara absolut dari 49,15 ribu jiwa penganggur menjadi 47,08 ribu penganggur.

“Menyisakan dominasi pengangguran lulusan SMK sebanyak 3.037 atau 6,45 persen, dan pengangguran terdidik lulusan strata 1 mencapai 3,31 persen atau berjumlah 1.558 orang dan 1,62 persen atau berjumlah 762 orang lulusan Diploma I, II, III,” paparnya.

Sebaliknya, kata dia, enam indikator ekonomi makro lainnya tidak tercapai, karena berada di bawah target dalam RPJMD Provinsi Sulteng Tahun 2021-2026.

Enam indikator tersebut adalah tingkat inflasi mencapai 2,97 persen, masih berada di atas target yakni 1,91 persen. Kemudian persentase penduduk miskin meningkat dari 12,30 persen pada 2022 menjadi 12,41 persen pada 2023.

Walaupun angka kemiskinan ekstrim atau mereka yang berada pada persentile 60 ke bawah dalam desil 1 kategori (sangat miskin) menurun dari 3,02 persen di tahun 2022 menjadi 1,44 persen di Tahun 2023.

“Jadi yang menurun itu, bukan kemiskinan keseluruhan, tetapi kemiskinan ekstrimlah yang menurun,” sebut Nilam dalam pidato penyampaikan pokok pikirannya.

Distribusi Pendapatan yang ditunjukkan oleh Koefisien Gini mencapai 0,304 poin, berada di atas target RPJMD sebesar 0,22 poin.

Selanjutnya Nilai Tukar Nelayan (NTN) berada di bawah target, yakni hanya mencapai 94,70 poin yang berarti nelayan belum sejahtera karena NTN belum berada di atas 100 poin dari target mencapai 109,20 poin dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) hanya mencapai 69,85 persen dari target 73,87 persen.

“Data ini bermakna bahwa permasalahan pembangunan di Sulawesi Tengah meliputi stabilitas harga kebutuhan, pokok yang ditunjukkan oleh angka inflasi, tingkat kemiskinan, distribusi pendapatan semakin timpang, Nilai Tukar Nelayan (NTN) dan semakin besar beban yang ditanggung pekerja yang tercermin dari TPAK,” jelasnya. (Ruslan Sangadji*)