PALU, KAIDAH.ID – Bakal calon Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Anwar Hafid, memaparkan pengalamannya, terkait angka putus sekolah di daerah ini.
Dari pengalamannya itu pula, yang menginspirasinya menyusun visi misinya sebagai bakal calon Gubernur Sulteng, yang diberi nama Nambaso.
Nambaso dalam Bahasa Kaili berarti besar, tetapi visi Anwar Hafid, Nambaso adalah singkatan dari Anak Miskin Bebas Sekolah.
“Tidak boleh ada anak-anak dari keluarga tidak mampu di Sulteng yang tidak sekolah. Semuanya harus bisa sekolah tanpa memikirkan biayanya,” kata anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat ini.
Menurutnya, Nambaso itu akan menjadi program unggulan, karena berangkat dari pengalaman nyata saat berkunjung ke sejumlah wilayah di Sulteng.
Dia mengaku, pernah ke Kabupaten Parigi Moutong dan menemui warga dari etnis Lauje yang tinggal di wilayah pegunungan. Di wilayah itu, kata dia, tak punya sekolah menengah pertama.
“Saya juga sampai di daerah terluar di Kabupaten Banggai Kepulauan, Banggai Laut, di Donggala seperti Pinembani, saya terpaksa menarik apas Panjang, karena mendapati anak-anak harus berjalan kaki yang jauh untuk bisa sekolah SMA. Kenyataan ini sangat memprihatinkan,” beber Anwar Hafid.
Lantaran itu, seperti pengalamannya selama menjadi Bupati Morowali, ia membebaskan biaya pendidikan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu.
“Nah, dari pengalaman itu, saya lebih kembangkan lagi dalam program Nambaso itu. Kita focus di pendidikan gratis sampai ke daerah-daerah terpencil di Sulteng. Kita sekatkan sarana dan prasarana pendidikan ke wilayah mereka, agar anak-anak tak perlu lagi berjalan kaki yang jauh ke sekolah,” tuturnya.
“Semua anak bangsa punya hak yang sama atas pendidikan yang layak dan berkualitas,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulteng, Muharram Nurdin menegaskan, problem pendidikan di Sulteng saat ini, bukan hanya melulu pada angka putus, tetapi lebih pada kualitas pendidikan antara di kota dan daerah terpencil.
“Menurut data, tercatat masih sekira 4.509 anak putus sekolah, tetapi problem kita saat ini lebih pada disparitas kualitas pendidikan antara desa dan kota,” kata Muharram Nurdin, Rabu, 19 Juni 2024.
Masalah ini, katanya, semakin diperparah lagi dengan sistem zonasi, yang sesungguhnya hanya dapat menguntungkan anak-anak orang kaya.
“Soal zonasi saya sampai mempersoalkanya ke Kementerian Pendidikan Nasional. Jika sistem zonasi dipertahankan, sampai ‘lebaran kuda’ pun anak-anak dari pelosok tak akan pernah menikmati pendidikan yang lebih berkualitas,” papar Ketua DPD PDI Perjuangan Sulteng ini. (*)
Editor: Ruslan Sangadji
Tinggalkan Balasan