SIGI, KAIDAH.ID – Karsa Institute menggelar Seminar dan Lokakarya (Semiloka) Perencanaan Integrated Area Development (IAD) di Kabupaten Sigi, pada 21-22 Februari 2025 di Hotel Jazz, Palu.
Acara ini menghadirkan narasumber dari Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Sulawesi, Anton Waskita, Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (BAPPERIDA) Kabupaten Sigi, Muhammad Jauharu serta Fira Tiyasning Tri Utari dari Sikola Mombine.
Program Manager Karsa Institute, Edy Wicaksono, menjelaskan kegiatan ini bertujuan, meningkatkan pemahaman dan membangun komitmen lintas sektor dalam penerapan IAD di Sigi.
Selain itu, Semiloka ini juga menjadi wadah untuk menyusun langkah-langkah strategis dalam penyusunan dokumen IAD, membentuk tim pengawal implementasi, serta merumuskan kebijakan yang mengedepankan prinsip Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya perhutanan sosial.
Sebagai daerah yang kaya akan keanekaragaman hayati, Kabupaten Sigi menghadapi berbagai tantangan dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan inklusif.
Isu degradasi lingkungan, konflik lahan, serta minimnya keterlibatan perempuan dan masyarakat adat dalam perencanaan pembangunan masih menjadi kendala utama. Padahal, kearifan lokal serta keberadaan hutan adat dan kawasan perhutanan sosial dapat menjadi modal penting bagi pembangunan wilayah.
“Kami melihat pendekatan Integrated Area Development bisa menjadi strategi yang efektif dalam menyinergikan peran pemerintah daerah, masyarakat, organisasi sipil, dan sektor swasta. Dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, solusi yang dihasilkan akan lebih efektif, inklusif, dan berkelanjutan,” jelas Edy Wicaksono.
Salah satu isu utama yang dibahas dalam seminar ini adalah pengarusutamaan gender dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA). Data terbaru menunjukkan, dari 22 kelompok perhutanan sosial yang ada di Kabupaten Sigi hingga November 2024, belum ada satu pun yang dipimpin oleh perempuan atau memiliki kepengurusan dengan representasi perempuan dan pemuda yang signifikan.
“Perempuan dalam komunitas adat dan lokal memiliki peran besar dalam pemanfaatan sumber daya alam, baik untuk pemenuhan pangan, ekonomi rumah tangga, maupun budaya. Oleh karena itu, penting untuk membuka ruang partisipasi yang lebih besar bagi perempuan dan pemuda dalam pengelolaan perhutanan sosial,” tambah Edy.
Sinergi kebijakan daerah dan nasional menjadi bagian penting dalam penerapan IAD. Program ini sejalan dengan kebijakan daerah seperti Peraturan Daerah Kabupaten Sigi Nomor 4 Tahun 2019 tentang Sigi Hijau serta Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Kearifan Lokal. Selain itu, IAD juga mengacu pada kebijakan nasional, termasuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Sebagai keluaran utama dari semiloka ini, diharapkan tercapainya kesepakatan antar pihak, untuk mendorong penerapan IAD di Sigi dengan perspektif GEDSI. Selain itu, akan disusun langkah-langkah konkret untuk menyusun dokumen IAD, membentuk tim pengawal implementasi, serta mengembangkan kebijakan inklusif dalam perencanaan pembangunan.
“Dengan terselenggaranya kegiatan ini, kami berharap Kabupaten Sigi dapat menjadi model pembangunan sektor kehutanan yang terintegrasi, inklusif, dan berkelanjutan. Kearifan lokal masyarakat adat serta peran perempuan dan pemuda harus diperkuat dalam pengelolaan sumber daya alam,” tandas Edy. (*)
Penulis: Subarkah
Tinggalkan Balasan