DI RUANG SIDANG yang dipenuhi wajah-wajah baru, satu sosok tetap hadir dengan langkah tenang dan pandangan penuh keyakinan. Namanya Yus Mangun — figur yang tak asing bagi dunia politik Sulawesi Tengah.

Ia kembali melenggang ke kursi DPRD Provinsi Sulawesi Tengah. Bukan sekadar kembali, ia memahat sejarah: satu-satunya legislator yang bertahan lima periode berturut-turut, sejak 2004 hingga kini.

Sebagai politisi senior Partai Golkar, Yus Mangun adalah representasi dari konsistensi dan ketekunan politik akar rumput. Duduk di kursi dewan selama 25 tahun bukan hal mudah, apalagi di tengah gelombang perubahan politik yang tak pernah sepi.

Namun ia seolah memiliki kunci yang membuatnya tak tergeser: konsistensi, kedekatan dengan rakyat, dan naluri politik yang matang.

“Saya bukan politisi besar. Saya hanya mencoba menjadi pendengar yang baik,” katanya merendah.

DARI TANAH POSO KE SAM RATULANGI

Sebagai warga Poso, Yus mengenal betul denyut kehidupan masyarakat akar rumput. Sebelum masuk dunia politik, ia aktif di LSM, organisasi sosial dan pembangunan desa. Bahkan sebelum mengenakan jas kuning Partai Golkar, ia sudah lebih dulu bekerja bersama rakyat.

Di halaman rumahnya di Palu, dahulu tumbuh subur bawang merah dan berbagai jenis tanaman hias — dari Gelombang Cinta, Aglonema, Anthurium, hingga bunga krisan. Semua dirawat sendiri, dengan tangan yang sama saat menggenggam palu sidang di DPRD.

“Tanah itu jujur. Kalau kita rawat, dia beri hasil. Prinsip itu saya bawa juga dalam politik,” kata Yus Mangun yang pernah menjabat sebagai Ketua Sementara DPRD Sulteng itu.

Ketika pertama kali terpilih sebagai anggota DPRD Sulteng pada tahun 2004, banyak yang menyebutnya sebagai “wakil dari pinggiran”.

Namun, ia tak pernah menjadikan latar belakangnya sebagai beban. Justru dari sanalah ia menarik kekuatan. Dalam setiap masa kampanye, Yus tak menjual janji-janji bombastis. Ia bicara soal air bersih, sekolah dasar yang layak, jalan tani, dan pasar rakyat.

“Kadang orang lupa, bahwa politik itu bukan soal ideologi besar, tapi soal menjawab kebutuhan paling dasar masyarakat,” ujarnya.

BERLAYAR DALAM GELOMBANG POLITIK

Selama lima periode menjabat, alumni Fakultas Ekonomi Untad itu, telah menyaksikan dan merasakan langsung dinamika partai politik yang terus berubah, hingga reformasi kebijakan otonomi daerah yang menggeser banyak wajah lama. Tapi ia tetap bertahan, dengan gaya kerja yang tenang tapi menyentuh akar.

Ia pernah memimpin Komisi II DPRD Sulteng, yang menangani bidang perekonomian dan infrastruktur. Dari sana lahir berbagai dorongan penting untuk program revitalisasi pasar tradisional, perbaikan jalan penghubung desa, hingga dukungan terhadap ekonomi lokal berbasis UMKM.

Yus Mangun tidak banyak bicara, tapi kalau sudah bicara, pasti untuk membela rakyat kecil. Sebagai kader Golkar, ia membawa warna kuning ke desa-desa tanpa polesan pencitraan — hanya kerja nyata dan komitmen panjang.

ARSIP HIDUP DEWAN

Di kalangan anggota DPRD yang lebih muda, Yus Mangun dijuluki “arsip hidup dewan”. Ia tahu betul sejarah tiap perda, dinamika setiap fraksi, bahkan latar belakang lahirnya berbagai program daerah. Tapi yang lebih penting: ia juga menjadi panutan dalam hal integritas dan etika politik.

Alumni HMI Cabang Palu itu bukan hanya senior, tapi guru. Banyak yang belajar dari caranya berbicara, mendengar, dan mengambil sikap.

Apakah periode ini akan menjadi yang terakhir, Yus Mangun hanya tersenyum.

“Tugas saya belum selesai. Masih banyak suara yang belum terdengar. Kalau rakyat masih percaya, saya pun harus siap,” katanya singkat.

Waktu boleh berjalan, generasi boleh berganti, tapi satu hal yang tak berubah: rakyat masih memilihnya. Di tengah wajah-wajah baru yang mewarnai DPRD Sulteng 2024–2029, Yus Mangun tetap duduk di sana. Tak lagi sekadar sebagai anggota, tapi sebagai simbol: bahwa ketekunan, kesetiaan pada rakyat, dan kerja sunyi bisa menumbuhkan kepercayaan yang langgeng.

Dan di halaman rumahnya, bunga-bunga masih bermekaran. Seperti dedikasinya yang tak pernah layu.

“Menjadi politisi bukan soal seberapa tinggi suara yang kita teriakkan, tapi seberapa dalam kita mendengarkan. Kalau kau tahu caranya menyentuh hati rakyat, kau akan selalu punya tempat di hati mereka,” pesan Yus Mangun mengakhiri. (*)

(Ruslan Sangadji)