JAKARTA, KAIDAH.ID – Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos) mengungkapkan adanya penerima bantuan sosial (bansos) yang terlibat dalam transaksi judi online atau judol. Berdasarkan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terdapat satu kasus dengan nilai transaksi mencapai Rp3,8 miliar.
“Ya, Rp 3,8 miliar transaksi tertinggi,” katanya di Gedung Kemensos, Jakarta, Sabtu, 19 Juli 2025.
Secara keseluruhan, PPATK mencatat sebanyak 603.999 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) terindikasi pernah atau sedang bermain judi online. Dari jumlah tersebut, 375.951 KPM telah mencairkan bansos pada triwulan kedua tahun ini, sementara 228.048 KPM lainnya sudah tidak lagi menerima bantuan.
Data yang diterima Kemensos menunjukkan, sebanyak 32.421 KPM pernah melakukan transaksi judol dengan nilai antara Rp1 juta hingga Rp 5 juta. Sementara itu, 5.752 KPM tercatat bertransaksi antara Rp 5 juta hingga Rp10 juta, 5.337 KPM bertransaksi antara Rp10 juta hingga Rp50 juta, 491 KPM bertransaksi Rp 50 juta hingga Rp 100 juta, dan 359 KPM bertransaksi di atas Rp 100 juta.
“Jika dirata-rata, 228.048 KPM yang tidak lagi menerima bansos tersebut melakukan transaksi judi sebesar Rp2.129.706 per orang,” ungkap Gus Ipul.
Sebelumnya, PPATK juga menyebutkan bahwa dari total 28,4 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bansos pada tahun 2024, terdapat 9,7 juta NIK yang terindikasi sebagai pemain judi online. Dari jumlah tersebut, 571.410 NIK diketahui sebagai penerima bansos sekaligus pelaku judi online, dengan total transaksi mencapai 7,5 juta kali dan nilai deposit mendekati Rp 1 triliun.
Pemerintah tengah mendalami temuan ini dan mempertimbangkan langkah lanjutan untuk menertibkan penyaluran bansos ke depan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Muhidin M. Said, mendesak pemerintah, segera melakukan validasi dan verifikasi menyeluruh, terhadap data penerima bansos. Pernyataan ini disampaikan menyusul temuan PPATK yang mengungkap bahwa lebih dari 571.000 penerima bansos terindikasi terlibat dalam praktik judi online dengan nilai transaksi mencapai Rp957 miliar.
Muhidin menegaskan, verifikasi data sangat penting untuk mencegah langkah yang gegabah dalam menjatuhkan sanksi. Pemerintah, menurutnya, harus memastikan keakuratan dan keadilan dalam menangani temuan tersebut.
“Pemerintah perlu melakukan verifikasi dan validasi data secara akurat sebelum mencabut hak bansos dari masyarakat yang terindikasi terlibat judi online,” tegas Muhidin dalam keterangannya, yang diterima kaidah.ID, Selasa, 15 Juli 2025 lalu.
Politisi Partai Golkar ini juga mengingatkan, penyalahgunaan dana bansos untuk judi, bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga menghancurkan masa depan penerima bantuan itu sendiri.
“Kalau bantuan sosial justru digunakan untuk berjudi, itu bukan membantu kesejahteraan mereka, tapi justru menyengsarakan mereka sendiri,” tegasnya. (*)
Editor: Ruslan Sangadji

Tinggalkan Balasan