JAKARTA, KAIDAH.ID – Di tengah dinamika global yang belum sepenuhnya pulih, ekonomi Indonesia menunjukkan daya tahan dan semangat untuk terus bergerak maju. Pada triwulan II tahun 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen (y-on-y), sebuah angka yang mencerminkan optimisme dan geliat konsumsi domestik yang menguat.
Data BPS yang dikeluarkan pada 5 Agustus 2025 melaporkan, pertumbuhan ini bukan sekadar angka di atas kertas. Ia mencerminkan denyut nadi ekonomi rakyat yang mulai kembali normal: pasar-pasar yang ramai, jalanan yang kembali padat, restoran yang penuh oleh keluarga yang merayakan liburan, serta belanja kebutuhan pokok yang terus meningkat.
Konsumsi Rumah Tangga, sekali lagi, menjadi tulang punggung pertumbuhan dengan kontribusi terbesar, yakni 2,64 persen.
Peningkatan konsumsi rumah tangga tak datang begitu saja. Periode ini bertepatan dengan libur panjang keagamaan dan liburan sekolah, momen saat mobilitas masyarakat meningkat drastis. Aktivitas wisata dan kuliner tumbuh pesat. Kebutuhan bahan makanan dan makanan jadi melonjak, terutama di daerah-daerah tujuan wisata. Masyarakat kembali bergerak, dan ekonomi pun ikut berputar.
Tak hanya konsumsi, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi fisik juga mencatatkan pertumbuhan yang menggembirakan. Belanja modal pemerintah naik tajam hingga 30,37 persen, didorong oleh pengadaan mesin dan peralatan.
Impor barang modal pun ikut terdongkrak, tumbuh 28,16 persen, menandakan geliat produksi yang mulai panas. Dunia usaha, baik swasta maupun pemerintah, kembali menaruh harapan pada pembangunan dan ekspansi.
Sementara itu, sektor ekspor tak mau kalah. Nilai ekspor nonmigas meningkat, terutama pada komoditas seperti lemak dan minyak nabati, besi dan baja, peralatan listrik, hingga kendaraan.
Tak hanya barang, ekspor jasa pun ikut tumbuh. Kunjungan wisatawan mancanegara yang meningkat signifikan menjadi motor utamanya.
Namun tak semua komponen tumbuh positif. Konsumsi pemerintah justru mengalami kontraksi. Meski begitu, keseluruhan struktur pengeluaran tetap menunjukkan tren yang sehat dan menjanjikan.
Dari sisi produksi, sektor Industri Pengolahan, Perdagangan, Informasi dan Komunikasi, serta Konstruksi menjadi penyumbang utama pertumbuhan. Aktivitas produksi di dalam negeri meningkat, didorong oleh permintaan domestik yang kuat dan permintaan ekspor yang terus tumbuh.
SULAWESI PRIMADONA BARU PERTUMBUHAN
Secara spasial, wilayah Jawa dan Sulawesi mencatat pertumbuhan tertinggi, masing-masing tumbuh 5,24 persen dan 5,83 persen, melebihi rata-rata nasional. Sulawesi bahkan menjadi primadona baru pertumbuhan, ditopang oleh sektor industri pengolahan, pertanian, dan pertambangan.
Di sisi lain, Maluku Utara mencatat lonjakan mencolok dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi secara provinsi, yakni 4,82 persen.
Di Pulau Jawa, motor pertumbuhan masih didominasi industri pengolahan dan sektor perdagangan. Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat menjadi tiga provinsi dengan kontribusi terbesar.
Sementara itu, Bali dan Nusa Tenggara Kembali menunjukkan geliatnya pasca pandemi, terutama lewat sektor akomodasi dan makan-minum yang bangkit berkat pariwisata.
Wilayah Kalimantan tumbuh 4,95 persen, ditopang oleh sektor pertanian dan industri pengolahan. Provinsi seperti Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat memberi kontribusi signifikan.
Sedangkan Sumatera bertumbuh 4,96 persen, dengan sektor industri, pertanian, dan perdagangan sebagai tumpuan.
Di tengah semua pencapaian ini, satu hal menjadi jelas: kekuatan ekonomi Indonesia hari ini bersandar pada pergerakan masyarakat dan kepercayaan terhadap masa depan.
Konsumsi, investasi, dan ekspor bergerak selaras, memperlihatkan bahwa ekonomi tidak hanya tumbuh, tetapi juga mulai bangkit dengan arah yang lebih kokoh.
Meski tantangan masih ada, baik dari ketidakpastian global maupun dinamika dalam negeri, pertumbuhan 5,12 persen ini memberi pesan yang kuat, Indonesia, perlahan tapi pasti, sedang menuju pemulihan ekonomi yang lebih solid dan berkelanjutan. (*)
Editor: Ruslan Sangadji

Tinggalkan Balasan