Oleh: Ruslan Sangadji/Kaidah.ID
MOHAMMAD ARUS ABDUL KARIM kembali menjadi pusat perhatian di internal Partai Golkar Sulawesi Tengah. Dua periode sudah ia menakhodai DPD Partai Golkar Sulteng, dan kini wacana pencalonannya untuk periode ketiga mulai mencuat ke permukaan.
Selama kepemimpinannya, Golkar Sulteng mencatat prestasi politik penting. Pada Pemilu 2024, partai berlambang Pohon Beringin itu keluar sebagai pemenang dengan perolehan 330.971 suara dan delapan kursi di DPRD Sulawesi Tengah. Pada Pilkada 2024, Golkar menjadi pemenang di 9 daerah se Sulteng. Namun, capaian ini tidak serta-merta menjamin jalan mulus bagi Arus untuk kembali maju.
Aturan partai secara tegas melarang seorang kader menjabat Ketua DPD hingga tiga periode, baik berturut-turut maupun tidak. Larangan ini berlaku bagi semua kader, tanpa kecuali, meski memiliki rekam jejak panjang dan kontribusi besar bagi partai.
Benar, setiap kader Golkar berhak mencalonkan diri maupun dicalonkan. Akan tetapi, hak itu dibatasi oleh pagar regulasi internal. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar, yang dijabarkan dalam petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis), menjadi acuan utama.
Syarat pencalonan pun jelas: calon ketua harus aktif minimal lima tahun berturut-turut sebagai kader, tidak menjadi anggota partai lain, lulus pendidikan kader, dan didukung sekurang-kurangnya 30 persen pemilik suara melalui surat dukungan resmi.
Meski demikian, Mohammad Arus Abdul Karim masih memiliki ruang manuver. AD/ART Golkar membuka pintu diskresi dari DPP, khususnya dari Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. Diskresi ini harus tertulis, resmi, dan ditandatangani. Pertanyaannya, apakah Arus sudah mengantongi diskresi tersebut? Hingga kini, jawabannya masih samar.
Dalam konteks ketatanegaraan, diskresi adalah kewenangan pejabat, untuk mengambil keputusan ketika aturan yang ada tidak sepenuhnya mengatur suatu keadaan. Jika konsep ini diterapkan ke dalam Partai Golkar, maka Arus Abdul Karim hanya bisa maju kembali jika mendapat diskresi dari Ketua Umum DPP Golkar, Bahlil Lahadalia.
Menariknya, meskipun kepastian soal diskresi masih samar, dukungan politik terhadap Arus justru semakin deras. Sejumlah ketua DPD kabupaten/kota di Sulawesi Tengah dikabarkan telah menyatakan sikap mendukungnya. Jika dukungan itu solid, arus kencang bisa mendorong Arus Abdul Karim memimpin kembali Partai Golkar Sulteng.
Apalagi, Juklak partai mengatur bahwa calon ketua yang berhasil mengantongi dukungan 50 persen plus satu suara, otomatis dapat ditetapkan sebagai ketua terpilih. Dengan peta dukungan yang terus mengerucut, posisi Mohammad Arus Abdul Karim kian strategis untuk bernegosiasi dengan DPP.
Pada titik ini, dinamika Golkar Sulteng tidak semata-mata soal regulasi internal, tetapi juga menyangkut politik dukungan, jaringan, dan kekuatan lobi.
Jika diskresi benar-benar diberikan, Arus Abdul Karim berpeluang mencatat sejarah sebagai ketua tiga periode. Namun jika tidak, maka panggung Golkar Sulteng akan terbuka bagi figur-figur baru.
Yang pasti, kursi Ketua Golkar Sulteng tetap menjadi rebutan hangat-hangat kuku. Dan dengan rekam jejak kepemimpinan serta dukungan politik yang terus mengalir, Arus masih bisa berdiri kokoh dengan bertudung Siga dan menggenggam Guma sebagai Tadulako Golkar Sulteng.
Sementara itu, Partai Golkar Sulteng telah menjadwalkan Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) pada 22 Agustus 2025. Sehari setelahnya, Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, dijadwalkan tiba di Palu bersama rombongan, menginap semalam, kemudian membuka Musyawarah Daerah (Musda) Golkar Sulteng pada 24 Agustus 2025.
Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp memberikan jawaban singkat: Iya Jan, saya ke Palu. (seperti biasa, Bahlil menyebut nama saya dengan Ojan). (*)

Tinggalkan Balasan