MOROWALI, KAIDAH.ID – PT. Bintang Delapan Mineral (BDM) berkomitmen melakukan reklamasi lahan pascatambang, karena itu bukan sekadar kewajiban perusahaan, tetapi juga panggilan nurani untuk memulihkan kembali fungsi ekologi tanah.

Kepala Divisi Environmental, Social and Government Relations (ESG) PT BDM, Forsen, mengatakan langkah reklamasi dan revegetasi sudah dilakukan sejak 2010, beriring dengan aktivitas penambangan.

Dia mengatakan, ada dua format reklamasi yang dijalankan, yakni reklamasi pascatambang di area izin usaha pertambangan (IUP) BDM di Morowali, Sulawesi Tengah, serta reklamasi rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) pada lahan kritis yang ditentukan Kementerian Kehutanan.

“Reklamasi dilaksanakan seiring dengan rencana penambangan. Sekitar enam bulan sesudah penambangan, mulailah dilakukan reklamasi. Total luasan lahan pascatambang yang sudah kami reklamasi selama 15 tahun ini sekitar 1.337 hektare,” kata Forsen, Selasa, 26 Agustus 2025 lalu.

Dalam pelaksanaannya, salah satu perusahaan penyuplai bahan baku mineral bagi smelter di kawasan IMIP ini, telah menyusun dokumen rencana reklamasi per lima tahun yang terbagi dalam tiga periode: 2010–2015 seluas 430 hektare, 2016–2020 (460,66 ha), dan 2021–2025 (447 ha). Hingga akhir 2025, realisasi revegetasi telah mencapai 950 hektare.

“Capaian tersebut, sudah melebihi target minimal keseimbangan bukaan lahan dan revegetasi yang ditetapkan Kementerian ESDM,” ucapnya.

Jenis tumbuhan yang dibudidayakan PT Bintang Delapan Mineral, sebut Forsen, meliputi tanaman pionir seperti sengon, serta tanaman lokal seperti kayu lara, bintangor, jambu-jambu, bete-bete, dan damar.

“Ada sebanyak 625 bibit ditanam pada setiap satu hektare lahan reklamasi,” ujarnya.

Revegetasi dilakukan bersama tim ESG dengan melibatkan karyawan kontraktor. Upaya ini merupakan bentuk kepatuhan perusahaan terhadap regulasi, di antaranya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020, Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik, PP Nomor 78 Tahun 2010, serta ketentuan Kementerian Kehutanan terkait reklamasi hutan. (*)

Editor: Ruslan Sangadji