Oleh: Ruslan Sangadji/Kaidah.ID
DUKA MENYELIMUTI NEGERI. Affan Kurniawan, pemuda 21 tahun pengemudi ojek online, tewas tragis setelah tubuhnya dilindas kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi di kawasan Pejompongan, Jakarta, Kamis, 28 Agustus 2025 malam.
Ia bukan bagian dari massa aksi, hanya seorang anak muda yang mencari nafkah. Namun nasib mempertemukannya dengan situasi brutal yang merenggut nyawanya.
Kabar kematian Affan menyebar cepat melalui media sosial, memantik duka, amarah, dan solidaritas dari berbagai kalangan.
Publik menilai tragedi ini bukan sekadar kecelakaan, melainkan potret kegagalan aparat melindungi rakyat kecil. Kepercayaan pada negara kembali diguncang, apakah aparat hadir untuk menjaga keselamatan rakyat, atau justru menjadi ancaman?
Namun dalam melihat tragedi ini, ada hal penting yang juga tidak boleh diabaikan. Aksi unjuk rasa adalah hak demokratis, tetapi tidak boleh anarkis. Aspirasi rakyat seharusnya disampaikan dengan cara-cara elegan, damai, dan bermartabat. Kekerasan di jalanan hanya memberi ruang bagi penyusup, pendana, maupun aktor politik yang ingin menunggangi situasi demi kepentingan sempit.
Di tengah situasi genting ini, sorotan publik mengarah kepada Presiden Prabowo Subianto. Dari mimbar pidato, suaranya selalu lantang, penuh amarah, dan seakan tidak pernah ragu menabuh genderang ketegasan.
Namun, ketika tragedi nyata seperti kematian Affan Kurniawan menuntut langkah cepat, Presiden justru terlihat gamang. Garang di kata, mlempem di tindakan. Kontras inilah yang membuat kepercayaan rakyat makin tergerus.
Padahal, bangsa ini sedang menghadapi ancaman lebih besar. Aksi-aksi massa yang meluas kerap ditunggangi pihak-pihak yang punya agenda politik kotor. Bahkan menurut mantan Komandan Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono, ada campur tangan asing. Tujuannya, mengincar kekayaan sumber daya alam Indonesia melalui destabilitas sosial.
Karena itu, ketegasan Presiden tidak boleh berhenti pada mengendalikan aparat. Ia juga harus berani membongkar siapa pendana, penggerak, dan penyusup di balik aksi-aksi ini, lalu menindak mereka tanpa kompromi.
Kematian Affan Kurniawan adalah alarm keras. Negara harus menjamin unjuk rasa tetap menjadi ruang demokrasi yang sehat, aparat tidak lagi brutal, dan penyusup tidak lagi punya ruang.
Dan semua ini hanya mungkin terwujud, jika Presiden Prabowo berani keluar dari bayang-bayang retorika, lalu turun dengan tindakan nyata yang berpihak pada rakyat kecil sekaligus menjaga kedaulatan bangsa.
Sejarah akan mencatat, apakah Prabowo hanya seorang jenderal tua yang keras berteriak di podium, atau pemimpin sejati yang berani mengambil keputusan tegas demi rakyat dan negeri.
Rakyat menunggu, dan waktu tidak berpihak pada presiden yang ragu. (*)
Wallahu A’lam


Tinggalkan Balasan