Oleh: Ruslan Sangadji / Kaidah.ID

“Semua untuk rakyat, semua oleh rakyat!” Seruan itu bergema dari balkon Reichstag, Berlin, pada 9 November 1918. Philipp Scheidemann berdiri di hadapan massa penuh harapan, memproklamasikan lahirnya Republik Weimar.

Hari itu, Jerman meninggalkan monarki dan menapaki jalan baru: demokrasi. Euforia meluap, rakyat membayangkan masa depan yang lebih bebas dan adil setelah kengerian Perang Dunia I.

Namun sejarah, dengan segala ironi dan kegetirannya, punya cara membalikkan harapan menjadi kekecewaan. Tak butuh dua dekade, republik muda itu runtuh. Adolf Hitler muncul, demokrasi rapuh ambruk, totalitarianisme menggantikan cita-cita kebebasan.

Sejarah Weimar adalah peringatan yang tak pernah basi: tak ada kekuasaan yang abadi. Sekuat apa pun sebuah pemerintahan dibangun, ia bisa runtuh seketika bila kehilangan penopang utamanya: kepercayaan rakyat.

Romawi yang dulu digdaya, menguasai separuh dunia, akhirnya roboh, bukan hanya oleh serangan luar, melainkan perebutan kekuasaan, dekadensi moral, dan korupsi internal.

Uni Soviet yang pernah menjadi superpower dunia, bubar bukan karena kalah perang, melainkan stagnasi ekonomi, ketidakpuasan sosial, dan hilangnya legitimasi.

Iran pun memberi pelajaran serupa. Pada 1979, rezim Shah yang dipandang modern dan kuat, runtuh di hadapan gelombang revolusi rakyat. Modernisasi yang timpang, represi politik, dan ketidakadilan sosial membuat rakyat kehilangan kepercayaan. Sekali kepercayaan itu runtuh, kekuasaan yang tampak kokoh pun ambruk dalam hitungan bulan.

Khilafah Utsmaniyah di Turki pun bernasib sama. Kekaisaran yang berdiri lebih dari enam abad itu akhirnya runtuh pada 1924.

Meski pernah berjaya dari Andalusia hingga Asia Tengah, korupsi birokrasi, lemahnya inovasi, dan kegagalan merespons modernitas membuat rakyat dan elite kehilangan keyakinan. Mustafa Kemal Atatürk menghapus institusi khilafah, menandai berakhirnya salah satu rezim paling panjang dalam sejarah.

Indonesia pun pernah menyaksikan tumbangnya Orde Baru pada 1998. Setelah 32 tahun berkuasa, Soeharto lengser dihantam krisis moneter dan gelombang demonstrasi mahasiswa.

Semua kisah itu menegaskan satu hal: sejarah tidak berjalan lurus, tapi pola kejatuhan selalu berulang.

KETIKA RAKYAT BERHENTI PERCAYA

Krisis ekonomi hampir selalu menjadi pembuka pintu keruntuhan. Weimar tenggelam dalam Depresi Besar. Orde Baru luluh lantak oleh krisis 1998. Uni Soviet terjebak stagnasi panjang yang menurunkan standar hidup rakyatnya.