Oleh: Ruslan Sangadji / Kaidah.ID

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kepada yang terhormat, Bapak Presiden Prabowo. Saya mendoakan Bapak tetap sehat, kuat, dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebab pada diri Bapak kini bertumpu harapan jutaan rakyat, yang ingin melihat bangsa ini benar-benar merdeka dari cengkeraman mafia dan koruptor.

Tidak mudah memang, karena langkah Bapak telah mengguncang kepentingan besar yang selama ini dibiarkan tumbuh subur tanpa lawan. Namun justru di situlah letak keberanian itu: ketika seorang pemimpin memilih berdiri tegak, menantang arus yang begitu kuat, demi satu tujuan, membebaskan negeri ini dari belenggu para perampok kekayaan bangsa.

Bapak Presiden, maka izinkan saya sebagai rakyat menulis surat ini sebagai sebuah catatan. Sebuah catatan tentang keberanian yang jarang dimiliki para pemimpin negeri ini.

Bapak Presiden;

Selama puluhan tahun, mafia beras menguasai pasar. Mereka memainkan harga, menyembunyikan stok, menciptakan kelangkaan palsu, dan mengubah kebutuhan pokok rakyat menjadi ladang keuntungan pribadi.

Rakyat kecil, petani, buruh tani, ibu rumah tangga, semua menjadi korban permainan licik itu. Namun apa yang terjadi? Para penguasa terdahulu memilih diam.

Mereka tidak berani mengusik, apalagi menantang. Padahal, rakyat kecil menggantungkan hidup pada sebutir nasi.

Kini, untuk pertama kalinya, Bapak berdiri di hadapan mereka. Tidak dengan bisik-bisik, tidak dengan kompromi, melainkan dengan keberanian untuk membongkar jaringannya.

Bapak Presiden;

Begitu pula dengan mafia minyak goreng. Semua orang masih mengingat betapa harga minyak goreng melambung, rak-rak toko kosong, ibu-ibu berdesakan mencari sebotol minyak, untuk sekadar menumis kangkung dan menggoreng ikan katombo di dapur.

Tapi, di balik kelangkaan itu, tersenyum para penimbun dan spekulan yang menari di atas penderitaan rakyat.

Selama ini, tidak ada pendahulu yang berani menyingkap wajah mereka. Semua berlalu begitu saja, seolah kelangkaan adalah takdir.

Namun Bapak hadir dengan sikap berbeda, menghadapkan wajah negara kepada para mafia itu, menantang mereka keluar dari persembunyian, dan menegaskan bahwa kepentingan rakyat jauh lebih berharga daripada keuntungan segelintir orang.

Bapak Presiden;

Mafia migas adalah kisah lain yang lebih kelam. Minyak dan gas bumi yang seharusnya menjadi anugerah terbesar negeri ini, selama puluhan tahun justru menjadi sumber kekayaan bagi segelintir orang.

Harga energi yang mencekik rakyat, hanyalah akibat dari permainan kotor para mafia, yang menguasai hulu hingga hilir. Mereka bukan hanya menguasai pasar, tetapi juga punya jaringan dalam lingkar kekuasaan, membuat siapa pun yang berani melawan segera terhempas.

Itulah sebabnya, tak ada presiden sebelumnya yang berani secara terbuka menantang mereka. Namun Bapak, dengan segala risiko, melangkah maju. Bapak tahu bahwa melawan mafia migas bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal kedaulatan bangsa.

Ada pula nama-nama besar, yang selama ini beredar hanya dalam bisik-bisik politik. Dia adalah Riza Chalid dan kroni-kroninya. Nama yang identik dengan gelapnya bisnis energi, dengan cerita-cerita tentang kekayaan besar yang lahir dari tangan-tangan kotor yang merampok harta negara.

Selama ini, mereka bagai hantu, diketahui banyak orang, tetapi tak pernah disentuh secara terang.

Kini, Bapak berani menyebut, berani menyalakan lampu, berani menegaskan, bahwa tak ada siapa pun yang kebal hukum.

Keberanian ini mengguncang. Bapak sedang mengirim pesan kepada seluruh rakyat, bahwa negara bukan milik mafia, melainkan milik rakyat.

Bapak Presiden;

Tidak berhenti di sana, Bapak juga menyoroti BUMN. Perusahaan-perusahaan negara yang seharusnya menjadi penopang perekonomian, justru berubah menjadi ladang bancakan, penuh dengan praktik korupsi yang sudah mendarah daging.

Bertahun-tahun kebusukan itu dibiarkan, bahkan dianggap hal biasa. Tetapi di masa Bapak, borok itu mulai dibuka.

Tidak ada yang lebih berisiko bagi seorang pemimpin daripada menantang status quo. Namun di sinilah letak keberanian itu. Bapak memilih membuka luka demi menyembuhkan bangsa, daripada membiarkan kanker itu terus tumbuh diam-diam.

Dan mungkin salah satu langkah paling mengguncang, adalah ketika Bapak berani bicara tentang tantiem triliunan rupiah. Tantiem yang selama ini mengalir ke kantong segelintir elite, sementara rakyat tak pernah merasakan manfaatnya.

Kata-kata Bapak untuk menghapus tantiem bukan sekadar pernyataan, melainkan palu godam yang menghantam kepentingan besar.

Tidak ada presiden sebelumnya yang berani menyentuhnya, bahkan untuk menyebutkan saja mereka tak sanggup. Tapi Bapak melakukannya.

Bapak Presiden;

Hari ini, serangan datang bertubi-tubi. Dari jalanan, dari panggung politik, dari balik layar media sosial, hingga dari ruang-ruang yang tak kasat mata.

Serangan itu bukan tanda kelemahan, melainkan bukti bahwa langkah Bapak benar-benar menyentuh jantung kepentingan besar.

Dan sebagaimana sejarah selalu mencatat, setiap pemimpin yang berani membersihkan bangsa, pasti akan menghadapi perlawanan paling sengit dari mereka yang merasa kehilangan kuasa.

Bapak Presiden Prabowo;

Rakyat menatap langkah ini dengan rasa bangga sekaligus cemas. Bangga, karena akhirnya ada seorang presiden, yang berani menantang arus besar, yang selama puluhan tahun membelenggu negeri ini.

Cemas, karena mereka tahu, pertarungan melawan mafia dan koruptor, bukanlah pertarungan ringan. Mereka punya uang, punya jaringan, punya kuasa. Namun rakyat juga tahu, keberanian selalu menular.

Dan kelak, sejarah akan menulis, bukan tentang presiden yang bermain aman, bukan tentang pemimpin yang menjaga status quo, melainkan tentang mereka yang berani menyalakan api perlawanan.

Bapak, keberanian ini akan dikenang. Bukan karena tanpa cela, bukan karena tanpa risiko, tetapi karena untuk pertama kalinya dalam sejarah, rakyat melihat seorang presiden yang tidak takut menghadapi para mafia.

Jika keberanian adalah api, maka langkah Bapak telah menyalakan obor yang tak akan padam, menerangi jalan bangsa menuju kedaulatan sejati.

Serangan boleh datang bertubi-tubi, tetapi keberanian seorang presiden, akan selalu lebih besar daripada ketakutan yang ditanam mafia.

Dan kini, rakyat hanya ingin berkata: Bapak tidak sendirian, karena bangsa ini berdiri bersama keberanian itu. (*)

Wallahu a’lam

Billahittaufiq walhidayah

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh