JAKARTA, KAIDAH.ID – Korps HMI-Wati Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (Kohati PB HMI) tampil menonjol dalam aksi nasional Koreksi Indonesia yang digelar bersama PB HMI di depan Gedung DPR RI, Senin , 1 September 2025.
Kehadiran Kohati menjadi penegasan, bahwa perempuan memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi sekaligus menyuarakan kepentingan rakyat.
Ketua Umum Kohati PB HMI, Sri Meisista, menyampaikan pesan tegas, agar DPR RI tidak kehilangan arah dan kepercayaan publik.Ia mengingatkan, kursi parlemen adalah amanah rakyat, bukan alat segelintir elite politik.
“Kami berdiri di depan DPR RI hari ini untuk mengingatkan wakil rakyat bahwa kursi yang mereka duduki adalah amanah rakyat. Kohati hadir sebagai suara moral, memastikan kritik mahasiswa tetap elegan, terarah, dan membawa solusi,” ujar Meisista.
Dalam aksi tersebut, Kohati bersama PB HMI menyerukan Tujuh Suara Rakyat sebagai koreksi terhadap jalannya demokrasi dan pemerintahan, yaitu:
- Reformasi partai politik agar lebih transparan dan akuntabel.
- Pembenahan serius institusi publik.
- Pemecatan wakil rakyat yang toxic dan tidak berpihak pada rakyat.
- Pengurangan pemborosan anggaran pejabat dan mengutamakan layanan publik.
- Pengesahan RUU Pro-Rakyat.
- Revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
- Reformasi perpajakan yang lebih adil.
Meisista menegaskan, keterlibatan perempuan dalam gerakan mahasiswa, tidak boleh dipandang sebelah mata. Kohati hadir bukan sebagai pelengkap, melainkan sebagai energi moral yang menyeimbangkan dinamika perjuangan.
“Kohati hadir di depan DPR bukan hanya pelengkap, tetapi energi moral yang menghadirkan wajah teduh perjuangan. Kami ingin memastikan aksi tetap bermartabat dan elegan, serta membuka ruang bagi suara perempuan di panggung demokrasi,” jelasnya.
Kohati PB HMI menegaskan, demokrasi yang sehat hanya bisa terwujud di atas keadilan sosial, keberpihakan pada rakyat kecil, dan kesetaraan gender. Karena itu, perjuangan yang mereka bawa tidak akan berhenti di jalanan, tetapi juga dikawal hingga ke ruang-ruang kebijakan.
“Perjuangan ini tidak akan berhenti di jalan, tetapi kami kawal sampai ke meja kebijakan. Kohati akan terus memastikan ruang bagi suara perempuan terbuka lebar agar demokrasi Indonesia tidak kehilangan nuraninya,” tandas Meisista. (*)
Editor: Ruslan Sangadji

Tinggalkan Balasan