BAGI STEVANY, Sabtu, 6 September 2025, pagi itu terasa berbeda dari biasanya. Warung kopi miliknya di Jl. Masjid Raya Lolu, Palu Timur, yang biasanya dipenuhi obrolan ringan pelanggan setia, kali ini menjadi tempat berkumpul tokoh agama, pejabat pemerintah, pemuda, dan masyarakat lintas generasi. Bukan sekadar menyeruput kopi, mereka hadir untuk satu tujuan: merawat kerukunan.

“Bagi saya ini luar biasa. Warung kecil ini bisa jadi tempat orang-orang dari berbagai latar belakang berkumpul dan bicara soal kebaikan. Saya bangga bisa ikut mendukung terciptanya kerukunan,” kata Stevany dengan senyum hangat.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Tengah menamai ngopi bersama itu Ngopi Kerukunan. Sebuah forum dialog santai yang dibalut kehangatan secangkir kopi hangat, dengan tema sederhana namun sarat makna: “Dari Secangkir Kopi Lahir Sejuta Inspirasi Kerukunan”.

Kehangatan suasana semakin terasa ketika Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Sulteng, Arfan, menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang ikut menjaga kedamaian, khususnya saat aksi demonstrasi mahasiswa dan pengemudi ojek online di DPRD Sulteng baru-baru ini.

“Kerukunan itu bukan tugas pemerintah atau polisi saja. Semua pihak, dari tokoh agama, pemuda, hingga masyarakat biasa, punya peran penting,” kata Arfan.

Bagi Ketua FKUB Sulteng, KH. Zainal Abidin, Ngopi Kerukunan bukan sekadar ajang silaturahmi.

“Ini cara kami mendekatkan diri kepada masyarakat. Lewat dialog sederhana, kita memperkenalkan moderasi beragama, dengan gagasan Bahagia Beragama, dan Beragama Bahagia,” jelasnya.

Guru Besar UIN Datokarama Palu itu menambahkan, Ngopi Kerukunan ini akan terus dilaksanakan secara berseri dan berpindah-pindah lokasi, agar bisa menjangkau lebih banyak kalangan dan mendengarkan langsung masukan dari masyarakat.

“Menjaga kerukunan tidak hanya menjadi tugas FKUB semata, tetapi merupakan tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa, kata Profesor Zainal Abidin.

Kerukunan umat beragama, kata da’i terkenal ini, adalah keadaan di mana umat dari berbagai keyakinan hidup berdampingan secara damai, saling menghormati, dan menjaga toleransi.

“Ini adalah modal sosial yang sangat penting dalam membangun bangsa yang damai, adil, dan beradab,” ucapnya.

Tokoh masyarakat Helmi D. Yambas juga mengatakan pentingnya penguatan kelembagaan FKUB.

“Perlu ada payung hukum yang lebih kuat, misalnya perda, agar program FKUB benar-benar memiliki landasan kokoh,” katanya.

Suasana diskusi pagi itu begitu cair. Tak ada jarak antara pembicara dan peserta, pejabat dan masyarakat. Dari obrolan santai di meja kopi, lahir gagasan besar tentang persaudaraan lintas iman.

Bagi Stevany, hari itu akan selalu ia kenang. Warungnya bukan hanya menjadi tempat melepas penat, tetapi juga ruang lahirnya inspirasi kerukunan.

Ngopi Kerukunan membuktikan, membicarakan harmoni tidak harus di ruang seminar yang formal. Kadang, secangkir kopi sudah cukup untuk menyalakan percakapan yang menjaga kedamaian di bumi Sulawesi Tengah. (*)

Editor: Ruslan Sangadji