DI SEBUAH RUMAH sederhana di Kelurahan Buntuna, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, seorang anak perempuan bernama Ulfa menjalani hari-harinya dalam keterbatasan.
Usianya belum genap 17 tahun, namun ia sudah merasakan pahitnya kehilangan kedua orang tua. Sejak saat itu, hidupnya berubah. Ulfa harus bertahan tanpa pelukan ayah dan ibu, juga tanpa jaminan masa depan yang pasti.
Orang tua Ulfa dulu tercatat sebagai penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Namun, setelah mereka tiada, hak itu tak lagi bisa dicairkan atas nama Ulfa. Usianya yang masih belia membuat ia tersingkir oleh aturan administratif.
Di titik itulah, kehidupan seolah memberi ujian ganda: kehilangan kasih sayang dan terhimpit keterbatasan ekonomi.
Kabar tentang Ulfa akhirnya sampai ke telinga Wakil Ketua MPR RI, AM Akbar Supratman. Politisi muda asal Sulawesi Tengah itu memilih turun langsung, bukan sekadar lewat laporan atau perantara.
Maka, pada Ahad, 14 September 2025, AM Akbar Supratman, senator muda itu datang ke rumah Ulfa. Bukan hanya membawa sembako, Akbar juga menyerahkan biaya pendidikan serta memberikan dukungan moril.
Dengan suara hangat, ia menyampaikan bahwa negara tidak boleh jauh dari rakyatnya, apalagi dari anak-anak yatim yang kehilangan tumpuan hidup.
“Kita semua memiliki tanggung jawab untuk saling membantu. Semoga bantuan ini memberi semangat agar Ulfa tetap bersekolah dan meraih cita-citanya,” kata Akbar.
Pertemuan itu bukan hanya soal bantuan materi, tapi juga menghadirkan rasa bahwa Ulfa tidak sendirian. Warga Buntuna menyambut momen itu dengan haru. Mereka melihat langsung pejabat negara yang hadir bukan sekadar dalam pidato, melainkan di tengah kehidupan warganya yang paling membutuhkan.
Usai mengunjungi Ulfa, langkah Akbar berlanjut ke rumah sakit daerah. Di sana, ia menyaksikan kondisi seorang anak yang menderita gizi buruk. Ia berdialog dengan tenaga kesehatan, menyerahkan bantuan kepada keluarga pasien, sekaligus menegaskan bahwa tidak boleh ada anak di negeri ini tumbuh dengan kekurangan gizi.
“Anak-anak adalah masa depan bangsa. Negara harus hadir memastikan pelayanan kesehatan dan gizi yang layak,” ujarnya.
Akbar menutup kunjungannya dengan sebuah pesan yang sederhana namun dalam: pembangunan bangsa bukan hanya jalan raya, jembatan, atau angka pertumbuhan ekonomi. Pembangunan sejati juga diukur dari bagaimana negara hadir di sisi mereka yang lemah, anak yatim, keluarga miskin, hingga pasien gizi buruk di pelosok daerah.
Warga Buntuna percaya, langkah kecil itu akan memberi jejak besar. Mereka berharap semakin banyak pejabat publik meneladani sikap serupa: menyentuh hati rakyat, menghadirkan solusi, dan menumbuhkan harapan. (*)
Editor: Ruslan Sangadji

Tinggalkan Balasan