JAKARTA, KAIDAH.ID – Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI sekaligus Anggota Fraksi Partai Golkar, Muhidin Mohamad Said, mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2026, merupakan instrumen fiskal paling strategis yang dimiliki pemerintah, untuk memperkuat program unggulan sekaligus menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Menurut Muhidin, APBN 2026 dirancang bukan hanya untuk mendukung target pembangunan jangka pendek dan menengah, tetapi juga berfungsi sebagai penahan guncangan ekonomi, khususnya bagi rumah tangga miskin dan rentan.

“APBN adalah kekuatan perlindungan sosial untuk menjaga konsumsi dan daya beli masyarakat tetap stabil, sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, sekaligus mengurangi kesenjangan sosial,” ujarnya di Jakarta, Selasa, 23 September 2025.

APBN 2026 juga diposisikan sebagai enabler bagi pertumbuhan sektor riil, termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), rantai logistik, transportasi, pariwisata, dan ekonomi kreatif.

Muhidin menyebut program prioritas pemerintah, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Daerah Merah Putih (KDMP), dan pembangunan sekolah rakyat, tidak hanya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, tetapi juga memberi efek berganda (multiplier effect) bagi perekonomian nasional.

“Dengan dukungan program tersebut, target pertumbuhan ekonomi 2026 sebesar 5,4 persen diyakini bisa tercapai,” katanya.

Lebih lanjut, Muhidin menjelaskan, APBN 2026 menjadi modal penting untuk merevitalisasi industri manufaktur sebagai tulang punggung perekonomian nasional.

Melalui kebijakan hilirisasi, industri dasar seperti tekstil, pertanian, dan energi akan semakin kuat menopang kebutuhan primer rakyat serta membuka lapangan kerja baru.

APBN 2026 disusun dengan pendekatan fiskal ekspansif, yakni melalui peningkatan belanja negara dan mobilisasi pendapatan yang lebih terarah.

Dalam postur APBN, pendapatan negara ditetapkan Rp3.153,58 triliun dengan belanja negara mencapai Rp3.788,49 triliun. Defisit disepakati sebesar Rp634,91 triliun atau 2,69 persen terhadap PDB.

Muhidin menambahkan, sinergi kebijakan fiskal dan moneter, akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian target indikator makro maupun kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah juga diharapkan memperkuat fungsi intermediasi perbankan agar pertumbuhan kredit dapat lebih ekspansif dalam penciptaan lapangan kerja.

“Dalam jangka menengah, kita ingin mengubah strategi pertumbuhan ekonomi berbasis utang menjadi berbasis pendapatan. Itu berarti pemerintah harus merumuskan peta jalan pengelolaan utang menuju balance budget di masa mendatang,” jelasnya.

Ia menutup dengan optimisme bahwa APBN 2026 akan menjadi motor penggerak utama bagi perekonomian Indonesia.

“APBN ini harus benar-benar dimanfaatkan secara optimal, kreatif, dan inovatif agar menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.

Editor: Ruslan Sangadji