PARIGI, KAIDAH.ID – Wakil Bupati (Wabup) Parigi Moutong, Abdul Sahid, akhirnya menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada insan pers, atas insiden yang menyebabkan kesalahpahaman antara pemerintah daerah dan jurnalis, saat rapat pembahasan tindak lanjut kunjungan bupati pada 14 Oktober lalu. Rapat tersebut membahas rencana normalisasi sungai di Desa Olaya, Desa Air Panas, dan Desa Kayuboko.
Insiden terjadi di ruang rapat Kantor Bupati Parigi Moutong pada Senin, 20 Oktober 2025, ketika sejumlah jurnalis diminta keluar ruangan oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebelum rapat dimulai. Tindakan itu sempat memicu persepsi bahwa pemerintah daerah melarang peliputan media.
Dalam konferensi pers di Parigi Moutong, Selasa, 21 Oktober 2025, Wabup Abdul Sahid menegaskan, tidak pernah ada instruksi ataupun arahan darinya untuk melarang wartawan meliput kegiatan tersebut. Ia menilai kejadian itu murni akibat kekeliruan penyampaian dari Kepala Dinas Kominfo, bukan kebijakan resmi pemerintah daerah.
“Atas nama pribadi dan Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, saya menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada seluruh rekan media. Kejadian tersebut semata-mata disebabkan oleh kekeliruan komunikasi dari Kepala Dinas Kominfo, bukan karena adanya larangan atau instruksi dari saya maupun pimpinan daerah,” jelas Abdul Sahid.
Ia menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk menjunjung tinggi transparansi dan keterbukaan informasi publik, serta memastikan seluruh pejabat memahami pentingnya peran media dalam mendukung pemerintahan yang akuntabel.
“Media adalah mitra strategis pemerintah dalam menyampaikan informasi pembangunan dan melakukan fungsi kontrol sosial. Saya sudah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kominfo agar hal seperti ini tidak kembali terjadi,” tambahnya.
Kepala Dinas Kominfo Parigi Moutong, Enang Pandake, juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh jurnalis. Ia mengakui telah melakukan kekeliruan dalam menyampaikan informasi hingga menimbulkan kesalahpahaman di lapangan.
“Saya salah memahami situasi saat itu. Tidak ada maksud sedikit pun untuk menghalangi rekan-rekan media. Saya mohon maaf atas kekeliruan tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu mengecam keras tindakan Pemkab Parigi Moutong yang mengusir wartawan saat meliput rapat pembahasan tambang emas ilegal di ruang rapat bupati. AJI menilai tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ketua AJI Palu, Agung Sumadjaya, menegaskan, pengusiran jurnalis merupakan bentuk pembungkaman terhadap kerja jurnalistik dan pelanggaran terhadap hak publik atas informasi.
“Rapat yang membahas aktivitas tambang ilegal adalah isu publik yang menyangkut keselamatan lingkungan dan tata kelola sumber daya alam. Tidak ada alasan rasional bagi pemerintah menutup akses jurnalis terhadap kegiatan resmi negara,” tegas Agung.
Insiden ini menjadi pelajaran bagi seluruh jajaran Pemkab Parigi Moutong untuk memperkuat koordinasi, memperbaiki komunikasi, dan memperkokoh sinergi dengan insan pers demi terwujudnya pemerintahan yang terbuka dan profesional.
“Kebebasan pers adalah fondasi demokrasi. Pemerintah daerah wajib menghormati kerja-kerja jurnalistik, bukan justru menghalangi. Setiap pelanggaran terhadap kebebasan pers berarti melanggar hak publik untuk mendapatkan informasi,” tandas Agung Sumadjaya.(*)
Editor: Ruslan Sangadji


Tinggalkan Balasan