PALU, KAIDAH.ID – Menteri Agama Nasaruddin Umar, menyerukan seluruh civitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, untuk menjadi pelopor gerakan pelestarian lingkungan hidup. Menurutnya, ancaman kerusakan lingkungan jauh lebih berbahaya daripada peperangan yang terjadi di berbagai belahan dunia.

“Daya bunuh lingkungan yang rusak jauh lebih parah daripada perang itu sendiri. Kita meratapi korban di Israel, Palestina, Ukraina, Rusia, tapi kita sering abai bahwa ada pembunuh yang lebih dahsyat: rusaknya lingkungan,” kata Menag Nasaruddin Umar dalam orasi ilmiah pada Wisuda ke-45 Sarjana, Magister, dan Doktor UIN Datokarama, Ahad, 1 November 2025.

Ia mengungkapkan, bencana alam seperti longsor, banjir, dan kekeringan akibat kerusakan lingkungan telah menewaskan sekitar empat juta manusia di dunia setiap tahun. Karena itu, menurutnya, sudah saatnya perguruan tinggi keagamaan Islam menggagas perubahan dalam cara berpikir dan berijtihad hukum keagamaan yang menyesuaikan dengan tantangan ekologis masa kini.

Menag menyinggung konsep Daruriyatul Khamsah — lima hal pokok dalam maqashid syariah — yang selama ini menjadi dasar dalam penetapan hukum Islam: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Ke depan, katanya, perlu ditambahkan satu aspek baru: Al-Muhāfaẓah ‘alal-bī’ah (memelihara lingkungan hidup).

“Sudah saatnya kita menambah Daruriyatus Sittah, yaitu menjaga lingkungan hidup, karena lingkungan yang rusak daya bunuhnya jauh lebih besar daripada perang,” tegasnya.

Mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an, Ẓaharal fasādu filbarri walbaḥri bimā kasabat aydinnās (telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh ulah tangan manusia), Menag menekankan pentingnya kesadaran spiritual dalam menjaga bumi.

Lebih lanjut, Nasaruddin memperkenalkan konsep ekoteologi sebagai paradigma baru yang tengah dikembangkan oleh Kementerian Agama.

“Eko berarti bumi, teologi berarti ilmu tentang Tuhan. Ekoteologi adalah upaya menciptakan kesadaran global bahwa alam bukan sekadar objek, melainkan mitra hidup manusia,” jelasnya.

Ia pun mendorong para dosen dan mahasiswa UIN Datokarama agar berani berpikir berbeda, dengan tetap berlandaskan metodologi keilmuan yang benar.

“Silakan dikembangkan, bagaimana menciptakan fikih lokal yang sesuai dengan konteks Palu,” tandasnya. (*)

Editor: Moch. Subarkah