JAKARTA, KAIDAH.ID – Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, memohon maaf karena tidak dapat memenuhi undangan sebagai narasumber pada Seminar Nasional UIN Datokarama Palu yang dijadwalkan berlangsung Selasa, 17 November 2025. Ia terpaksa membatalkan kehadirannya, karena dipanggil mendadak mengikuti rapat bersama Presiden di Istana Merdeka, Jakarta di hari yang sama.
Dalam pesannya melalui aplikasi zoom, Margarito menyampaikan apresiasi mendalam kepada sivitas akademika UIN Datokarama Palu. Ia berharap kampus ini mampu melahirkan pakar-pakar hukum yang bukan hanya kuat secara akademik, tetapi juga tajam dalam melihat realitas sosial dan hukum.
“Saya inginkan, saya rindu, lahir pakar hukum dari UIN. Saya bahkan merasa orang UIN itu lebih pintar daripada kami yang belajar hukum di perguruan tinggi umum,” katanya.
Margarito mengaku bahwa dalam memahami berbagai persoalan hukum, dirinya lebih banyak menggunakan perspektif hukum Islam. Menurutnya, banyak sarjana hukum umum tidak memahami akar dan alasan filosofis dari konsep-konsep yang mereka pelajari, sementara mahasiswa UIN memiliki kedalaman wawasan itu.
“Orang UIN pasti paham. Selain Al-Qur’an dan hadis, urusan hukum dan fikih adalah bikinan manusia. Inti penegakan hukum itu interpretasi,” katanya.
Ia juga menyebut bahwa salah satu tokoh yang memperluas pandangannya mengenai hukum sekuler adalah Quraish Shihab. “Yang pertama kali membantu saya membicarakan hukum sekuler adalah buku Quraish Shihab. Saya hanya paham tafsir dari membaca, tapi tidak paham takwil,” ucapnya.
Margarito lalu menegaskan pesan khusus kepada sivitas akademika UIN, agar tidak terlalu larut dalam isu-isu politik praktis.
“UIN jangan terlalu banyak bicara politik. Karena politik itu dagang. Yang mengatur politik adalah orang-orang kaya untuk mengkapitalisasi kekayaan mereka. Politik adalah pekerjaan pebisnis,” tegasnya.
Ia menolak anggapan bahwa politisi adalah orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya, dan bekerja demi kemaslahatan publik.
“Jangan pernah bilang bahwa orang berpolitik itu karena sudah selesai dengan dirinya. Itu bulshit. Politik itu dagang,” lanjut Margarito.
Beralih pada pandangan historis, Margarito menekankan kembali bahwa hukum adalah produk kreasi manusia dan selalu berada dalam tarik-menarik kepentingan. Ia menyebut belajar sejarah hukum, mulai dari Babilonia hingga Romawi, membuatnya memahami bahwa hukum tidak pernah netral.
“Saya mengajak kita, bacalah. Hanya dengan membaca kita mengerti. Hukum adalah kreasi manusia. Peradaban bergantung pada manusianya, maka kita harus mengerti manusianya,” ujarnya.
Menurutnya, menelusuri sejarah menunjukkan jelas bahwa pembentukan hukum sarat dengan pertarungan kepentingan, sama halnya dengan prinsip kuno “tangan ganti tangan, mata ganti mata” yang lahir dari konstruksi sosial masyarakat masa silam.
“Saya menolak mengatakan bahwa hukum itu netral. Kalau kita masuk sejarah, kita temukan jelas pertarungan kepentingan pemangku hukum dalam membuat hukum,” kata Margarito.
Di akhir pesannya, Margarito menyampaikan salam hormat kepada rektor , wakil rektor, para dosen dan mahasiswa UIN Datokarama Palu dan peserta seminar, serta berharap dapat hadir pada kesempatan lain.
“Saya hanya belajar, dan saya yakin teman-teman UIN jauh lebih mengerti dari saya,” tutupnya. (*)
(Ruslan Sangadji)


Tinggalkan Balasan