Oleh: Andi Mulhanan Tombolotutu / Ketua LMKN Pencipta

DI SEBUAH RUANG KECIL kantor Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), diskusi internal yang awalnya berjalan santai, perlahan membawa saya pada sebuah renungan yang tak diduga akan begitu luas maknanya. Topiknya tampak teknis: sistem digital Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum RI, yang kelak harus mampu menampung lebih kurang 45 juta data lagu dan musik, sebuah pusat metadata raksasa yang dirancang untuk melindungi, menyimpan, dan memastikan karya para musisi tetap terkelola dengan baik.

Namun bagi saya, angka 45 juta itu bukan sekadar angka. Ia menyalakan satu titik hening dalam batin. Subhanallah… Bukan soal mampunya tidaknya teknologi menampung puluhan juta lagu. Bukan pula kecanggihan sistem penyimpanan yang semakin hari semakin tak berbatas. Tetapi saya teringat pada sumber dari segala ilham: bahwa Allah hanya menitipkan kepada manusia tujuh nada (solmisasi). Tujuh, namun dari jumlah yang sederhana itu lahir jutaan melodi yang tak pernah benar-benar sama, seperti tak pernah berhentinya gelombang di lautan.

Bagaimana bisa angka tujuh berubah menjadi tak terhingga? Bagaimana mungkin jutaan lagu, dari bangsa ke bangsa, dari zaman ke zaman, tercipta dengan karakter berbeda, warna yang berbeda, dan rasa yang berbeda?

Kalau bukan karena energi ilham yang Allah hembuskan ke dada setiap hamba, mustahil tujuh itu berubah menjadi tak terbilang. Musik lahir dari keajaiban inspirasi Ilahi: dari desir angin, hujan yang jatuh pelan, hiruk-pikuk kota, warna-warni sosial, hingga gejolak hati manusia. Semua itu menjadi pintu-pintu kecil yang membimbing manusia mencipta.

Maka, ketika mendengar angka 45 juta, saya melihat bukan tantangan teknis, melainkan bukti bahwa kreativitas manusia adalah anugerah yang terus mengalir, tak pernah habis.

Tujuh Nada dalam Perspektif La Borde

Kisah tentang tujuh nada ini semakin menarik ketika ditarik jauh ke belakang, ke sejarah yang jarang disinggung. Seorang ilmuwan dan komponis asal Perancis bernama La Borde pernah mengungkapkan fakta menarik: bahwa sistem solmisasi yang kita gunakan hari ini: do, re, mi, fa, sol, la, si bukanlah murni ciptaan musikus Italia, Guido Arezzo, sebagaimana selama ini banyak diyakini.

La Borde dalam penelitiannya menulis bahwa bentuk solmisasi modern, justru terinspirasi dari notasi berabjad Arab yang telah digunakan sarjana-sarjana Muslim jauh sebelumnya. Ia bahkan membuat perbandingan visual dan metodologis, menunjukkan kemiripan yang begitu kuat sehingga sulit dianggap kebetulan.

Komposer Eropa lainnya, Guilaume Andre Villoteau, pun meyakini hal yang sama: akar solmisasi berasal dari tradisi musik dunia Islam. Tujuh tangga nada diyakini berasal dari bunyi huruf Arab: dal – ra – mim – fa – shad – lam – sin.

Dalam catatan inilah.com, pernyataan ini semakin dipertegas melalui monograf La Borde, yang menyimpulkan bahwa Guido’s Hand tak lebih dari adaptasi, bahkan contekan, dari sistem notasi temuan para ilmuwan Muslim.

Betapa menarik bahwa sejarah musik dunia ternyata juga lahir dari titik-titik cahaya peradaban Islam. Tujuh nada yang kita kenal hari ini bukan hanya produk kreativitas, tetapi juga perjalanan panjang ilmu pengetahuan yang menyeberangi batas budaya dan benua.

Inspiration LMKN

Dari sejarah yang jauh, kita kembali ke sebuah ruang modern bernama LMKN, ruang tempat semua warisan kreativitas itu kini dikelola. Dalam upaya memperkuat tata kelola royalti musik nasional, LMKN meluncurkan sistem digital terbaru bernama Inspiration. Sistem ini menjadi wujud penerapan kebijakan Satu Pintu (One Gate Policy) untuk seluruh proses pembayaran royalti lagu dan/atau musik di Indonesia.

Inspiration dirancang bukan hanya sebagai alat administratif, tetapi sebagai fondasi baru yang menghadirkan transparansi dan akuntabilitas. Dengan sistem ini, seluruh pengelolaan royalti terpusat di LMKN, memudahkan para Pengguna Komersial, sekaligus memastikan hak para Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak Terkait benar-benar terjaga.

Digitalisasi ini bukan sekadar memodernisasi proses, ini adalah pernyataan integritas.
Bahwa negara hadir melalui LMKN untuk menjaga karya anak bangsa. Bahwa setiap nada, sekecil apa pun, memiliki harga, hak, dan martabat.

Sebagai Lembaga Bantu Pemerintah non-APBN, LMKN berkomitmen mengembangkan sistem ini secara berkesinambungan, memastikan bahwa penghimpunan royalti meningkat signifikan dan manfaatnya kembali kepada insan musik Indonesia. Dari pencipta, pemusik, pelaku pertunjukan, hingga pengguna komersial di seluruh pelosok negeri.

Inspiration adalah gambaran bagaimana sejarah, teknologi, dan amanah moral bisa bertemu dalam satu titik. Seperti tujuh nada yang melahirkan jutaan melodi, sistem ini diharapkan menjadi sumber energi baru bagi ekosistem musik Tanah Air, lebih tertata, lebih adil, dan lebih menginspirasi. (*)

Editor: Ruslan Sangadji