PALU, KAIDAH.ID – Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah, KH. Zainal Abidin, menegaskan, seluruh agama pada hakikatnya mengajarkan kedamaian dan toleransi, bukan pertentangan atau permusuhan antarumat beragama.
“Natal itu damai. Bahkan bagi umat Kristiani, Yesus Kristus adalah pembawa kedamaian. Maka jika ada orang beragama yang mengajak pada perselisihan dan pertengkaran, dapat dipastikan itu bukan bagian dari ajaran agama,” katanya.
KH Zainal Abidin yang juga Guru Besar UIN Datokarama ini menyampaikan hal itu, saat memberikan sambutan pada perayaan Natal Oikumene 2025 bersama jajaran Korpri dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah di Hotel Best Western Coco, Palu, Senin, 22 Desember 2025 malam.
Prof Zainal Abidin menegaskan, perbedaan agama merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri, namun tidak seharusnya dipertajam dengan perdebatan teologis tentang kebenaran masing-masing ajaran.
“Tugas kita bukanlah membuktikan bahwa agama kita yang paling benar. Tetapi tugas kita adalah menyebarkan kebaikan kepada siapa pun, karena kita adalah umat beragama,” jelasnya.
Prof Zainal Aidin juga menjelaskan, konsep kedamaian menjadi titik temu seluruh agama, yang tercermin dalam salam dan doa masing-masing pemeluk agama.
“Shalom berarti semoga damai, Om Shanti Shanti Shanti Om bermakna Tuhan semoga damai menyertai kami, dan Assalamu’alaikum berarti semoga damai sejahtera untuk kita semua. Artinya semua agama mengajarkan kedamaian,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof. Zainal menyampaikan, praktik toleransi antarumat beragama bukanlah konsep baru, melainkan telah dicontohkan sejak masa Rasulullah SAW. Ia mengisahkan peristiwa ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menerima dialog para pendeta dari Najran, Yaman, bahkan mempersilakan mereka beribadah di dalam masjid.
“Nabi Muhammad mempersilakan umat Kristiani beribadah di masjid. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, tidak ada ajaran yang membolehkan menghina agama lain,” tegasnya.
Ia juga memaparkan sejarah pada masa Bani Umayyah, ketika umat Islam dan Kristiani selama puluhan tahun menggunakan satu tempat ibadah yang sama dengan arah ibadah yang berbeda.
“Dalam satu bangunan, ada dua jamaah beribadah. Itu berlangsung kurang lebih 70 tahun,” katanya.
Menurutnya, pemahaman beragama yang inklusif inilah yang menjadi kunci terwujudnya kerukunan, keharmonisan, dan hilangnya rasa saling curiga antarumat beragama.
Ia mengutip perkataan Ali bin Abi Thalib, “Kalau dia bukan saudaramu seagama, maka dia adalah saudaramu sekemanusiaan.”
Menutup sambutannya, Prof. Zainal juga meluruskan polemik tahunan, terkait hukum umat Islam mengucapkan selamat Natal. Ia menegaskan bahwa hal tersebut diperbolehkan, dengan merujuk pada Alquran Surah Maryam ayat 33. Allah mengucapkan keselamatan atas kelahiran Nabi Isa Alaihissalam.
“Saya tidak menyamakan agama. Semua agama tidak sama, tetapi agama memiliki banyak kesamaan,” tandasnya. (*)
(Ruslan Sangadji)

Tinggalkan Balasan