PAGI itu suasana di seputaran Gedung Bursa Efek Indonesia di bilangan semanggi Jakarta, nampak ramai. Di lantai dua Gedung BEI, ruangan untuk kelas pelatihan pasar modal syariah, mulai terisi oleh peserta. Seorang di antaranya bernama Ruslan. Ia seorang eksekutif muda di Jakarta.
Saat istirahat coffee break, Ruslan melangkah ke luar ruangan. Sambil menggengam gelas kopinya, Ruslan mendatangi booth sekuritas yang berada di sekitar pintu ke luar ruangan. “Silakan dibaca brosur sekuritas kami pak,” sapa penjaga booth dengan ramahnya. “Cukup dengan Rp100 ribu saja. Bapak sudah bisa jadi nasabah kami,” bujuknya.
Sejenak Ruslan berpikir keras. Mulai menimbang-nimbang seputar pilihan produk investasi yang tepat di pasar modal. Ruslan sadar sebagai pemula, dirinya lebih cocok membeli produk reksadana ketimbang bermain saham yang risikonya tinggi. “Kalo gitu, saya beli reksadana aja,” gumannya dalam hati.
Pertanyaannya kemudian, reksadana yang mana yang ingin ia pilih ? Apakah reksadana konvensional atau reksadana syariah ?
Secara umum, reksadana dimaknai sebagai wadah untuk menghimpun dana masyarakat atau investor, yang kemudian dikelola oleh badan hukum yang bernama manajer investasi (MI). Dana yang terhimpun tersebut, diinvestasikan ke dalam surat berharga seperti saham, obligasi, dan instrumen pasar uang lainnya.
Sebagai muslim yang taat, Ruslan tentu saja memilih produk investasi yang halal, yang sesuai prinsip-prinsip Syariah Islam. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 20/DSN-MUI/IV/2001, menegaskan, reksadana syariah hukumnya mubah (diperbolehkan).
Tata kelola reksadana syariah ini diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah untuk memastikan investasinya halal dan sesuai dengan syariah Islam. Karena efek yang dijadikan sebagai portofolio reksadana syariah ini, adalah efek di pasar modal yang selaras dengan prinsip Syariah Islam, sebut saja seperti saham syariah, sukuk, dan efek syariah lainnya.
Market place reksadana syariah ini tersedia secara offline maupun online. Dasar hukumnya diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.04/2015 tentang penerbitan dan persyaratan reksadana syariah.
Paling tidak, menurut OJK, ada tujuh jenis reksadana syariah, yakni reksadana syariah pasar uang, reksadana syariah pendapatan tetap, reksadana syariah saham, reksadana syariah campuran, dan reksadana syariah terproteksi.
Selain itu, ada pula reksadana syariah berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK), yang unit penyertaannya diperdagangkan di bursa efek (ETF).
Pun ada reksadana syariah berbentuk KIK penyertaan terbatas, yang basisnya berupa efek syariah luar negeri, dan reksadana syariah berbasis sukuk.
Anda bebas memilih satu atau beberapa jenis rekasadana berbasis syariah itu. Pilihan ada di tangan Anda. (*)
Tinggalkan Balasan