POSO, KAIDAH.ID –  Pengamat Kebijakan Publik, Richard Labiro menilai, mutasi guru-guru di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, yang dilakukan pada Februari 2022 penuh kejanggalan.

“Kejanggalan itu terjadi, karena diduga para pejabat di Badan Kepegawaian Daerah dan Dinas Pendidikan tidak punya kecakapan tentang aturan regulasi yang mengatur soal itu,” kata Richard.

Regulasi yang dimaksud, kata Richard, pada Pasal 23 Permendikbud No 6 Tahun 2018, mensyaratkan pengangkatan Kepala Satuan Pendidikan harus memiliki Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS).

“NUKS merupakan sertifikat yang harus dimiliki kepala sekolah. Mereka memerolehnya setelah mengikuti diklat Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS). Syarat ini tidak menjadi pertimbangan bagi BKD dan Dinas Pendidikan Poso saat pengangkatan kepala sekolah. Jelas ini melanggar,” katanya.

Kejanggalan lain, tambah dia, mutasi terhadap guru yang sudah purna bakti. Selain itu, juga terjadi kelalaian penulisan Pangkat/Golongan yang tidak sesuai dengan SK pengangkatan.

“Lebih aneh lagi karena saat Pelantikan Jabatan Kepala Sekolah dilaksanakan tanggal 25 Februari 2022 pukul 16.00 Wita secara virtual, tetapi SK pengangkatan mereka belum ada. Saat guru-guru itu mempertanyakan kepada Dinas Pendidikan, disebutkan bahwa SK tersebut belum ditandatangani Bupati Poso,” sebutnya.

Dari informasi yang dikumpulkan di lapangan, juga terdapat kasus-kasus mutasi yang tidak memperhitungkan wilayah-wilayah yang masih kekurangan guru. Beberapa guru dimutasikan keluar dari kecamatan yang relatif terisolasi. Padahal jumlah guru di kecamatan itu masih sangat terbatas.

Itu menunjukkan bahwa instansi-instansi yang menangani mutasi, tidak memiliki manajemen data guru yang kredibel.

“BKD dan dinas pendidikan mesti mampu beradaptasi dengan teknologi informasi, agar pengelolaan mutasi dan distribusi guru berbasis data akurat, cepat, dan sesuai kebutuhan pendidikan di lapangan,” jelas Richard.

Lebih janggal lagi, karena ketika para guru yang merasa dirugikan atas kasus mutasi melaporkan ke Ombudsman, mereka justru dipanggil.

“Dan seperti disampaikan pengacara mereka, guru itu memperoleh intimidasi,” sesak Richard.

Para pejabat tersebut, kata Richard, seharusnya taat terhadap aturan hukum. Bukan mempertontonkan ketidaktahuan mereka terhadap aturan main kepegawaian.

Karena kejanggalan-kejanggalan tersebut, Bupati Poso mesti mengevaluasi kembali kinerja pejabat Kepala BKD dan Kepala Dinas Pendidikan Poso.

“Bupati Poso harus memastikan bahwa para pejabat yang ditempatkan di dinas-dinas tersebut adalah ASN yang memiliki kecakapan, kompetensi, dan kualifikasi yang mumpuni. Jika tidak, para pejabat itu hanya memperburuk citra Bupati,” imbaunya. (*)