JAKARTA, KAIDAH.ID – Komisi I DPRD Sulteng langsung menindaklanjuti hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait rencana penghapusan tenaga honorer bersama Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Inspektorat pada Selasa, 7 Juni 2022 lalu dengan berkonsultasi ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) pada Kamis, 9 Juni 2022.
Berikut hasil konsultasi dengan Deputi Analis Kebijakan Kemenpan-RB di Jakarta :
- Setiap daerah yang mau merekrut Tenaga PPPK wajib melakukan evaluasi terhadap kebutuhan ASN, baik itu PNS maupun PPPK di wilayah masing-masing dan melalui Biro Organisasi untuk provinsi (Bagian Ortal untuk kabupaten) melakukan Analisis jabatan dan analisis beban kerja (ABK) serta evaluasi kepegawaian 5 tahun sekali, untuk mengetahui Peta Jabatan dan Peta Beban Kerja.
- Setelah evaluasi kebutuhan tenaga ASN dan PPPK dilaksanakan, maka BKD akan mengusulkan kepada Menpan-RB untuk kebutuhan ASN di daerahnya masing–masing, serta dilampirkan pakta integritas kesanggupan daerah bersedia dan sanggup membayar gaji dan tunjangan PPPK yang akan diajukan.
- Bagi tenaga honorer yang tidak di seleksi melalui PPPK dan PNS, dilakukan melalui tenaga ahli daya atau out sourching seperti pramusaji, satuan keamanan, sopir dan lain – lain akan menjadi sejenis pengadaan barang dan jasa yang diadakan setiap tahun sesuai kebutuhan. Untuk tenaga ahli daya atau out sourching ini perlu dikonsultasikan ke LKPP, terkait apa saja yang dapat disediakan dan diadakan selain sopir, tenaga kelistrikan, pramusaji, satuan keamanan, dan cleaning service, karena belum jelas batasan out sourching yang dimaksud.
- Prioritas PPPK masih sama, yaitu fokus pada pemenuhan tenaga guru dan kesehatan, sedangkan tenaga honorer yang menjadi tenaga administrasi perkantoran disarankan melihat jabatan fungsional yang dapat diisi oleh P3K. Misalnya, di lingkungan DPRD, staf administrasi bisa masuk ke dalam pranata humas, asisten legislasi dan lain–lain.
“Menurut kami, perlu ditambah formasi jabatan lainnya seperti tenaga administrasi perkantoran, asisten pribadi, fotografer, tenaga sound sistem, protokoler,” kata ketua Ketua Komisi I DPRD Sulteng, Sri Indrianingsih Lalusu.
Menurutnya, belum ada kebijakan khusus terkait tenaga honorer lama yang sudah mengabdi di atas 5 atau 10 tahun dan hanya fokus kepada guru dan tenaga kesehatan, itu tidak adil.
- Sesuai UU ASN Nomor 5 tahun 2014, PP Nomor 11 tahun 2017 tentang manajemen ASN dan PP 49 tahun 2018 tentang jabatan fungsional yang dapat diisi oleh PPPK,selambat–lambatnya, tanggal 28 Oktober 2023, pemerintah pusat akan menghapus seluruh pegawai honorer di ruang lingkup pemerintah, juga masih belum ada skenario matang dan jelas dari pemerintah pusat untuk tenaga honorer yang sudah lama mengabdi, sehingga perlu ada upaya dan daya dorong dari semua daerah, untuk mendesak pemerintah pusat melalui DPRD dan kepala daerah untuk menunda/membatalkan wacana mengakhir tenaga kontrak atau tenaga honorer di daerah, karena kebijakan peralihan sangat tidak jelas dan belum siap kepada Presiden dan DPR RI.
- Perubahan tenaga honorer menjadi PPPK adalah hal yang positif dan akan membawa dampak baik bagi yang lolos seleksi PPPK, tetapi tidak semua daerah akan mampu menganggarkan belanja PPPK, karena gaji mereka akan setara PNS, sehingga belanja pegawai akan meningkat drastis karena tenaga honorer masih dibutuhkan daerah agar belum dihapuskan oleh pemerintah pusat. Belum lagi kuota yang akan disetujui oleh pemerintah pusat biasanya tidak sesuai dengan kebutuhan daerah.
- Surat keputusan Menpan RB Nomor 76 Tahun 2022 tentang jabatan fungsional yang dapat diisi oleh pegawai pemerintah dengan pertanian kerja (PPPK) hanya terdapat 187 jabatan fungsional yang menurut belum lengkap, sehingga dalam pertemuan konsultasi, Komisi I mendorong agar kemenpan RB menambah jabatan fungsional yang dapat diisi oleh PPPK serta juga memprioritaskan para tenaga honorer yang sudah mengabdi di atas 5 Tahun dengan memberikan solusi bagi mereka, bukan hanya kepada guru dan tenaga kesehatan saja. Jika memungkinkan ada seleksi khusus bagi yg sudah mengabdi lama dan bukan mengikuti seleksi regular.
- Belum ada kebijakan khusus pemerintah pusat terhadap tenaga honorer yang sudah lama bekerja di instansi pemerintah, membuat seleksi P3K yang dilakukan nanti tidak bisa memastikan mereka yang sudah bekerja lama di pos kerja jabatan masing-masing yang akan digantikan PPPK yang belum pasti diisi oleh mereka tetapi bisa oleh orang lain, karena seleksi terbuka kecuali guru yang ada seleksi afirmasi lebih terarah.
- Belum ada kepastian dan ketegasan dengan dihapuskannya tenaga honorer di 2023 akan pos kerja yang tidak terisi oleh PPPK akan dibiayai atau dilakukan dengan cara apa, sehingga saran Komisi I di Kemenpan RB agar pos jabatan yang belum tersisa oleh ASN ( PNS dan PPPK) masih dapat diisi oleh tenaga honorer.
Kesimpulan:
- Masa kerja tenaga honorer jika tidak ada perubahan kebijakan akan berakhir pada November 2023 sehingga di APBD 2023 masih dapat dianggarkan belanja tenaga honorer.
- Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota segera menyusun analisis jabatan dan analisis beban kerja, dan segera mengajukan permohonan formasi jabatan kepada pemerintah pusat untuk menyelamatkan dan memfasilitasi sebanyak mungkin tenaga honorer yang bekerja dengan baik dan sudah lama mengabdi dalam waktu transisi ini.
- Tenaga honorer adalah jawaban sederhana atas kebutuhan tenaga pegawai di daerah yang lebih murah dan mengakomodir serta membantu banyak orang. Sebagian dari mereka bisa diseleksi bertahap untuk menjadi PPPK sehingga harapan kami silakan laksanakan seleksi PPPK tanpa harus menghapus honorer di tahun 2024. (*)
Advertorial ini diterbitkan atas kerja sama DPRD Sulteng dan kaidah.id di Rubrik Parlementaria
Tinggalkan Balasan