REDAKSI KAIDAH.ID kali ini menulis artikel Panjang tentang kilas balik kerusuhan Poso, lahirnya teroris Poso, hingga peran Inspektur Jenderal Polisi Rudy Sufahriadi dalam penumpasan kelompok teroris yang menamakan diri sebagai Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Agar lebih terkini, Ruslan T. Sangadji (Ochan), penulis artikel ini akan menyuguhkannya berseri ini, akan memulainya dengan profil singkat Irjen Pol Rudy Sufahriadi. Terlebih lagi, artikel ini tidak bermaksud menyinggung sejumlah pihak yang pernah terlibat konflik Poso, tetapi hanya untuk meningatkan kembali sejarah kelam yang pernah terjadi di Poso. Maka di akhir tulisan ini, akan ditulis kembali sosok eks teroris yang menjadi penganjur damai di Poso.
Ini adalah seri ketiga dari artikel panjang itu
Mari kita simak bersama.
PASCA DEKLARASI MALINO, kerusuhan berbau agama itu mereda. tetapi operasi pengamanan yang melibatkan TNI dan Polri tetap berlanjut. Operasi yang di bawah kendali Polisi ini kemudian mendirikan Posko Komando Lapangan dengan sandi Operasi Sadar Maleo, kemudian berubah lagi menjadi Operasi Sintuwu Maroso.
Ternyata, ada sekelompok Muslim keras yang tidak menerima adanya perdamaian dengan kelopok Kristen. Situasi itu dimanfaatkan oleh kelompok luar, yang belakangan mereka ini disebut sebagai teroris.
Banyak kelompok teroris di Poso pasca Deklarasi Malino. Namun yang bertahan adalah kelompok yang menamakan diri sebagai Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Lahirnya MIT ini, tidak terlepas dari peran Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Anshorut Tauhid (JAT). Abu Bakar Ba’asyir dan Abdullah Sungkar disebut-sebut sebagai tokoh yang mendirikan kelompok JI di Malaysia pada 1993.
Kelompok MIT ini bergerilya di hutan-hutan belantara Poso, Parigi dan Sigi.
Jejak Kehadiran MIT di Poso ini dimulai dari Aceh. Saat itu (2009) seorang tokoh teroris bernama Dulmatin, menetapkan Aceh sebagai episentrum aliansi kelompok jihad Lintas Tanzim Aceh dan menjadikan Aceh sebagai Qoidah Aminah atau daerah basis pelatihan militer.
Polisi berhasil mengendus tempat pelatihan kelompok teroris ini di daerah Jantho Aceh.
Polisi memburu mereka, termasuk Abu Bakar Ba’asyir di beberapa wilayah di Tanah Air. Dalam perburuan itu, Dulmatin tewas dalam kontak tembak dengan Densus 88 di Ciputat 2010. Salah seorang yang tergabung dalam kelompok ini adalah Santoso alias Abu Wardah. Dalam perburuan oleh Densus 88, ia berhasil melarikan diri hingga ke Poso.
Keberadaan Santoso di Poso, menjadi energi baru bagi kelompok teroris ini. Maka, ia ditahbiskan sebagai Amir Asykari (Pimpinan Pasukan) sayap militer JAT cabang Poso.
Sejak Selama dalam pelariannya, Santoso berhasil menggelar Qoidah Aminah Tanzim jihad Negara Islam. Dari situ, Santoso juga merekrut anggotanya.
Santoso juga mengumpulkan senjata dan menggelar pelatihan militer di Gunung Mauro, Gunung Biru dan Tamanjeka, Poso Pesisir. Dari situlah, dibentuklah Mujahidin Indonesia Timur dan Santoso dibai’at sebagai pimpinan. Sejak itu, teror demi teror dilakukan. Teror bom, penembakan dan pembunuhan terus dilakukan MIT. Hasman Mao, warga Desa Masani adalah korban pertama
MIT membunuh seorang warga sipil bernama Hasman Mao di Desa Masani, Poso Pesisir. Dua pekan kemudian, Santoso dan anak buahnya membunuh dua orang anggota polisi bernama Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman.
Pada tahun yang sama, Santoso bersama MIT melakukan berbagai aksi penembakan terhadap warga di kelurahan Kawua dan rumah dinas Kapolsek Poso Pesisir Utara.
2014 MIT melakukan pembunuhan terhadap petani di Poso bernama Muhammad Amir dan Fadli. Empat hari pasca Natal di tahun yang sama, MIT menculik tiga warga Tamadue, Harun Tabimbi, Garataudu dan Victor Palaba. Satu di antaranya dibunuh secara sadis.
Di awal 2015, MIT membunuh tiga warga di Desa Tangkura. Satu tahun kemudian, Satgas Tinombala yang telah dibentuk polisi, terlibat kontak tembak dengan kelompok teroris MIT. Santoso tewas dalam aksi baku tembak itu.
Basri, anak buah Santoso dibai’at menjadi pimpinan MIT pasca tewasnya Santoso. Setelah itu, Basri ditangkap, tetapi kelompok yang telah berbai’at dengan ISIS itu mengangkat Ali Kalora sebagai pimpinan.
Aksi teror terus dilakukan. Seorang petani yang bekerja di kebunnya di wilayah pegunungan Pora, Desa Parigimpuu, Parigi Barat, Parigi Moutong tewas ditembak kelompok MIT pimpinan Ali Kalora.
Seminggu setelah Hari Raya Natal 2018, seorang warga di Desa Sausu dimutilasi oleh Ali Kalora dan MIT. Data polisi menyebutkan hingga akhir tahun 2020, MIT telah membantai empat orang di kabupaten Sigi dan membakar rumah warga.
Teroris MIT ini memang brutal. Aparat keamanan gabungan Polisi dan TNI tak berdiam diri. Aksi perburuan terus dilakukan. Satu per satu anggota teroris ditembak mati dan ditangkap hidup-hidup.
Sampai akhirnya, Ali Kalora tewas dibedil oleh pasukan yang tergabung dalam Satgas Madago Raya yang di bawah kendali Irjen Pol Rudy Sufahriadi. Peristiwa yang terjadi pada 19 September 2021 itu, juga menewaskan anggota Ali Kalora bernama Jaka Ramadhan alias Ikrima alias Rama.
Sampai akhirnya, pengikut terakhir kelompok MIT tewas di tangan Satgas Madago Raya. teroris itu bernama Askar alias Jaid alias Pak Guru.
Pak Guru ditembak mati di wilayah pegunungan kilometer 13 Desa Kilo, Kecamatan Poso Pesisir Utara, sekira pukul 18.45 Wita, 29 September 2022.
“Daftar Pencarian Orang (DPO) kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Kabupaten Poso sudah habis,” tegas Kapolda, Irjen Pol Rudy Sufahriadi. (*)
Tinggalkan Balasan