Mohammad Tavip (Ey)

Silaturahmi yang berkualitas sesungguhnya berisi empati dan peduli, dia bukan hanya berkonten kesempatan belaka.

PAGI INI, seorang adik melalui colekannya via WhatsApp menuliskan beberapa ungkapan kata. Satu di antaranya, penggalannya dalam silang dialog kami bertuliskan: “Merawat silaturahmi kak”.

Saya bereaksi lalu menuliskan balasan, “Kak Ey suka banget adik gunakan diksi merawat”.

Ya benar, bahwa saya suka mendengar jika seseorang menggunakan diksi merawat.

Di sisi lain, tidak jarang kita dengar, atau kita sebagai pengguna setia diksi “menjaga”, misalnya demi menjaga kebersamaan, demi menjaga marwah, menjaga nama baik organisasi, atau bahkan menjaga silaturahmi dan lain-lain.

Bagi saya ini bukan sekadar soal selera dan/atau cita rasa bahasa, tapi ini juga terkait makna dan pemahaman, yang nantinya terkorfirmasi dan tergambar melalui cara-laku-tindak seseorang.

Socrates pernah berucap: Bahasa seharusnya mengantarkanmu pada pemahaman yang berkualitas.

Alam kesadaran saya menuntun, bahwa jika menggunakan diksi “menjaga”, dia memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan relatif pasif daripada diksi “merawat”.

Saat seseorang bertugas menjaga sesuatu, misalnya bertugas menjaga kebun. Dia akan mendapat penilaian baik saat bertugas, jika tanaman dan hasil kebunnya aman dari kehilangan karena pencurian, atau berhasil menghalau serangan satwa dalam area tugasnya.

Tidak demikian halnya dengan “merawat”. Lebih dari sekadar itu, rangkaian aktivitas yang menyertai kegiatan merawat, seringkali berdasarkan pada cerminan kerja dengan cinta.

Kahlil Gibran bilang begini: Kerja dengan penuh rasa cinta, laksana engkau merajut-pintal sebuah tenunan yang benangnya ditarik dari relung jantungmu.

Merawat, berarti memelihara, mengamati aspek tumbuh, menggemburkan tanah, memberi pupuk, menyiram, memangkas ranting atau cabang yang menghambat maksimalisasi fungsional tanaman.

Jadi, jika ingin bersilaturahmi, apakah itu melalui ajang reuni, arisan, kumpul keluarga atau apapun bentuk dan namanya, pastikan apakah dia hanya akan sekadar dalam takaran “menjaga” ataukah “merawat”?.

Silaturahmi yang berkualitas sesungguhnya berisi empati dan peduli, dia bukan hanya berkonten kesempatan belaka.

Wallahu a’lam. (*)