PALU, KAIDAH.ID – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) melalui Dinas Kominfo, Persandian dan Statistik (Kominfo Santik) Sulteng, menggelar dialog publik Sulawesi Tengah Negeri Seribu Megalit.
Dialog yang berlangsung pada Jumat, 6 Oktober 2023 itu, berlangsung di salah satu warung kopi di Kota Palu. Gubernur Rusdy Mastura, Wakil Ketua DPRD Sulteng Muharram Nurdin dan Kadis Kominfo Santik Sudaryano R. Lamangkona, hadir dalam dialog tersebut.
Gubernur Rusdy Mastura dalam dialog tersebut menjelaskan, Sulteng telah memiliki peradaban sejak dahulu kala. Itu terbukti dengan adanya situs megalit yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu.
Bahkan, gubernur meyakini keberadaan megalit itu, boleh jadi membuktikan bahwa daerah ini merupakan atlantis yang hilang dan menjadi perdebatan banyak pihak saat ini.
“Saya, yakin dan percaya, Sulteng ini memiliki peradaban tertua di Indonesia yang diperkirakan berusia 3000 sampai 5000 sebelum masehi. Dan kemarin, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin telah meresmikan soft launching Sulawesi Tengah Negeri Seribu Megalit.” kata Gubernur.
Gubernur berharap, Pemprov Sulteng akan melakukan pencanangan hard launching di lokasi megalit. Dengan pencanangan itu nantinya, diharapkan dapat memberikan efek terhadap peningkatan fiskal daerah melalui sektor pariwisata, sosial budaya dan ekonomi.
Oleh karena itu, Pemprov Sulteng akan membangun infrastruktur, utamanya akses jalan menuju lokasi megalit di Lembah Bada, Lembah Napu dan Lembah Besoa. Sehingga, memudahkan para wisatawan berkunjung ke kawasan tersebut.
Sementara itu, arkeolog Sulteng Iksam Djorimi, yang menjadi pembicara dalam dialog tersebut menjelaskan, tahun 2023 ini genap 131 tahun berita keberadaan megalit di Sulteng diumumkan ke seluruh dunia.
Sejarahnya, kata dia, pada 1892 Albert Cristian J. Kruytt menulis temuan megalitik yang ada di Lembah Palu, Kulawi dan Lore. Kemudian, peneliti dari Indonesia juga melakukan penelitian pada 1976 dan menuliskan dalam sebuah buku pada 1980.
“Yang mengatakan kita tua itu, bukan dari penelitian arkeologi, tetapi dari ahli-ahli pertanian,” ujarnya.
Iksam menceritakan, pada 2006 para peneliti dari Storma [Jerman] yang meneliti di wilayah Lore Tengah, dengan mengambil sampel di situs Pokekea. Di situ mereka menemukan serbuk sari padi purba yang berumur delapan ribu tahun yang lalu.
Selanjutnya, kata dia, pada 1 Agustus 2023, Pemprov Sulteng bersama 11 pemda se Indonesia diundang mempresentasikan potensi budaya ke warisan dunia.
Dari 11 provinsi yang di undang, Unesco menolak tujuh provinsi, sehingga tersisa empat provinsi, yaitu Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Maluku dan Sulawesi Tengah.
“Kita bersyukur, bisa masuk dalam empat provinsi untuk mempresentasikan megalitik Lore Lindu menjadi warisan dunia,” ungkap Iksam.
Untuk diketahui, setelah pencanangan nanti Pemprov Sulteng Tengah melalui Dinas Kebudayaan akan menerima rekomendasi dari UNESCO.
Sebelumnya, Gubernur Rusdy Mastura telah menandatangani penetapan cagar budaya dari tingkat kabupaten ke tingkat provinsi. Ada 20 situs cagar budaya yaitu, 14 terletak di Kabupaten Poso dan 6 situs di kawasan Lore Lindu.
Di tempat yang sama Kepala Dinas Kominfo Santik Sulteng Sudaryano R. Lamangkona selaku moderator menyimpulkan, dari aspek usia, megalit di kawasan itu berusia sekira 3000 hingga 5000 tahun Sebelum Masehi.
Melalui percanangan ini gubernur berharap, nantinya dapat menghasilkan tulisan yang baku dan menjadi referensi. Karena saat ini, banyak tulisan-tulisan yang tersebar yang di tulis berdasarkan inisiasi pribadi para peneliti, baik berskala lokal, nasional maupun internasional.
“Dari tulisan-tulisan itulah akan dihimpun menjadi tulisan baku dan dilakukan penyusunan baru sehingga menghasilkan tulisan yang baku dan baru untuk menjadi referensi.” Jelas Sudaryano
Selanjutnya, Sudaryano juga menyampaikan, sesuai perintah Gubernur saat melaksanakan rapat koordinasi, akan dilakukan penyusunan Rencana Aksi Daerah terkait pengembangan kawasan Megalit, agar berkesesuaian dan saling mendukung dengan kawasan Cagar Biosfer dunia yaitu, Lore Lindu yang telah ditetapkan oleh UNESCO. (*)
Tinggalkan Balasan