KETIKA ITU, banyak Perguruan Pencak Silat di Palu. Hampir setiap saat, selalu saja ada pertandingan untuk menjajal kemampuan para pesilat di Bumi Tadulako. Ada seorang anak sekolah yang selalu ikut berlatih di Perguruan Pencak Silat Satria Muda Indonesia Palu. Tetapi tidak pernah terlihat ikut dalam laga di gedung PAT Jalan Setiabudi Palu.
Suatu hari, lelaki muda itu menghilang dari Palu. Ia meninggalkan keluarga, sahabat dan kawan-kawan seperguruannya. Ia mengadu nasib di Jakarta. Berbekal kelihaiannya memainkan jurus-jurus silat, lelaki itu dapat dengan cepat beradaptasi di lingkungan barunya.
Sebagai pendekar Satria Muda Palu, ia bergabung dengan perguruan itu di Jakarta. Ia turun ke matras. Tendangan sabit dan tendangan T yang sudah dipelajarinya, menjadikannya sebagai pendekar dan juara di medan laga. Ia mewakili DKI Jakarta dalam salah satu event besar pencak silat ketika itu.
Atlet Sulawesi Tengah kaget melihat kehebatan lelaki ini. Mereka tak menyangka sama sekali, kalau lekaki yang sebelumnya dianggap biasa-biasa saja itu, ternyata adalah seorang pendekar lawan tanding yang berbahaya. Lelaki itu adalah Abdul Karim Aljufri.
Pria kelahiran Ambon 23 November 1981 itu adalah anak ke 4 dari 5 bersaudara pasangan Habib Umar bin Alwi Aljufri dan Kartini Lakoro. Aka begitu orang mengakrabi Abdul Karim Aljufri.
Ayahnya yang seorang pendakwah dan pedagang, membuat Aka kecil harus hidup berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain. Setelah dari Ambon, Aka harus mengikuti orang tuanya ke Manado, sampai akhirnya ia menetap di Palu untuk menyelesaikan studinya di SD dan SMP Alkhairaat Pusat Palu, kemudian menyelesaikan sekolahnya di SMA Negeri 4 Palu.
Tinggalkan Balasan