Oleh: Fransiscus Manurung
Praktisi Hukum di Kota Palu
SAYA PUNYA kenangan manis dengan Mahkamah Konstitusi (MK), sebuah peradilan modern, ketika itu saya menjadi “sahabat” (amicus curiae) di masa awal berdirinya lembaga itu.
Pada masa itu MK butuh sahabat untuk menyebarkan misi MK, dan menyuarakan tentang demokrasi, konstitusi dan kepemiluan kepada masyarakat. Maka jadilah saya sebagai salah seorang Sahabat Mahkamah Konstitusi.
Untuk membekali diri, saya memilih mendalami tentang demokrasi ketimbang konstitusi dan kepemiluan, karena atas dasar minat ketertarikan, dengan pertimbangan, bahwa demokrasilah basis dari konstitusi dan kepemiluan.
Pada masa itu, para hakim konstitusi sangat konservatif. Tampilan dan pembawaannya lebih menonjolkan seorang ahli hukum konstitusi yang padat pengetahuan, ketimbang pejabat negara.
Ketika hakim konstitusi membicarakan tentang negara, demokrasi, konstitusi dan tradisi hukum modern, acapkali pikiran melayang membayangkan Socrates, Plato ataupun Aritoteles.
Saat diskusi dan berdialektika, hakim konstitusi menempatkan diri setara dengan “sahabat”. Padahal, menyandang brevet profesor hukum konstitusi.
Umumnya, hakim konstitusi tak suka pamer. Berfoto saja tidak mau, khawatir disalahgunakan. Yang sangat khas dari seorang hakim konstitusi, adalah penguasaannya pada hukum konstitusi dàn demokrasi serta mindset kenegarawanannya.
Sejatinya, hakim konstitusi adalah perpaduan ahli hukum konstitusi, demokrasi dan negarawan. Ahli hukum yang negarawan atau negarawan yang ahli hukum.
Dengan latar belakang kenangan manis itu, sulit rasanya diterima akal sehat, sembilan hakim konstitusi di MK yang levelnya sekaliber profesor Mahfud MD, Profesor Jimly dan Profesor hukum lainnya, “bisa keliru” mengadili norma pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Padahal, kasusnya sangat sederhana.
Dulu, negara Amerika pernah juga mengalami situasi lame-duck judiciary, bebek lumpuh kekuasaan kehakiman. Karena, pada masa itu, Mahkamah Agung berada di bawah ketiak presiden.
Tapi itu doeloe, doeloe sekali, tiga abad lalu, di masa Pemerintahan Presiden John Adams (1790-1801).
Tinggalkan Balasan