25 SEPTEMBER 2024. Pagi itu, Gedung Wanita di Jalan Mohammad Yamin, Palu, tampak berbeda. Bukan karena kemegahannya yang biasa, tapi karena gedung itu menjadi saksi. Saksi atas pelantikan 55 wakil rakyat dari seluruh penjuru Sulawesi Tengah. Gedung itu menjadi ruang paripurna sementara DPRD Sulteng.

Mereka berjalan tegap, dengan stelan jas baru, dasi yang rapi, dan kebaya yang anggun. Mereka melangkah dengan penuh percaya diri, seolah dunia kini berada di bawah kendali mereka.

Sebanyak 55 wakil rakyat se Sulawesi Tengah melangkah masuk, dengan raut wajah penuh kebanggaan. Mereka telah resmi menjadi orang-orang yang dipercaya, orang-orang yang dititipi suara rakyat, yang kini mengemban tanggung jawab besar di pundak mereka.

Tapi di balik stelan jas baru, dasi baru dan kebaya baru, ada sebuah pertanyaan yang menggelayut di benak banyak orang: Akankah mereka mampu menjaga janji suci ini, ataukan terperosok ke dalam jurang yang sama — korupsi?.

Kisah-kisah tentang uang rakyat yang dipermainkan, proyek-proyek yang digelembungkan, hingga laporan fiktif yang digunakan, untuk memperkaya diri. Banyak terjadi di mana-mana. Masyarakat Sulawesi Tengah tidak buta. Mereka tahu. Mereka menyaksikan. Dan pada kemarin, ketika wakil rakyat baru itu dilantik, mereka mengharapkan satu hal: jangan ikuti kesalahan yang sama.

Para anggota DPRD itu telah bersumpah, dengan tangan di atas Kitab Suci, mereka berjanji untuk bekerja demi kepentingan rakyat. Tapi sumpah itu bukan sekadar kata-kata manis di hadapan mikrofon dan kamera.

Sumpah itu adalah komitmen, yang kelak harus diuji di lapangan. Apakah mereka akan kuat bertahan ketika godaan uang, kekuasaan, dan kemewahan datang menghampiri?

Korupsi, bagaikan penyakit kronis yang sulit disembuhkan, telah lama menggerogoti negeri ini. Tak sedikit yang awalnya datang dengan niat baik, membawa semangat perubahan, namun berakhir jatuh ke dalam lingkaran hitam yang sama. Entah karena tekanan, ketamakan, atau sekadar terbawa gelombang. Dan saat itulah, kepercayaan yang diberikan rakyat berubah menjadi kekecewaan yang dalam.

Kemarin, di bawah sorot lampu terang ruangan pelantikan, mungkin mereka tersenyum penuh percaya diri. Tapi di luar sana, di jalan-jalan, di warung-warung kopi, rakyat Sulawesi Tengah berbicara dengan nada sinis.

Mereka ingat janji-janji dari pemimpin sebelumnya, yang ternyata hanya hampa. Mereka berharap, namun dengan hati-hati, seolah tak ingin terluka lagi.

Para anggota DPRD yang terhormat, ingatlah, kekuasaan yang kalian terima hari ini, bukanlah hak pribadi. Ini adalah amanah yang diberikan, dengan harapan kalian akan menggunakannya sebaik mungkin. Kalian bukan raja, bukan pula penguasa yang bisa bertindak semaunya. Kalian adalah pelayan rakyat — kalian yang harus mempertanggungjawabkan setiap keputusan, setiap kebijakan, setiap rupiah yang mengalir di tangan kalian.

Masyarakat Sulawesi Tengah tidak meminta banyak. Mereka hanya ingin hidup layak, jalan yang baik, sekolah yang terjangkau, pelayanan kesehatan yang manusiawi. Mereka ingin pemimpinnya jujur, bekerja keras, dan berintegritas.

Mereka lelah dengan drama politik yang berakhir dengan vonis korupsi. Mereka butuh pemimpin yang bisa menolak amplop tebal, menahan diri dari godaan proyek, dan benar-benar berjuang untuk kepentingan umum.

Pelantikan ini adalah awal, bukan akhir. Di depan kalian, terbentang jalan panjang penuh godaan. Setiap langkah yang kalian ambil akan diawasi. Setiap keputusan yang kalian buat akan dinilai.

Kalian mungkin tidak mendengar langsung, tapi rakyat selalu berbicara—tentang kinerja, tentang kebijakan, dan tentu saja, tentang apakah kalian setia pada janji atau tergelincir pada korupsi.

Kaidah.ID mengucapkan selamat atas pelantikan kalian, para anggota DPRD yang terhormat. Namun ingatlah, selamat bukanlah akhir dari sebuah perjalanan. Ini adalah panggilan untuk menjaga janji yang telah diucapkan. Jangan biarkan janji itu menjadi kosong, sebab rakyat Sulawesi Tengah akan selalu mengingatnya. (*)