Oleh: Ruslan Sangadji / Kaidah.ID

NEW YORK, 12 SEPTEMBER 2025, ruang sidang megah Majelis Umum PBB menjadi saksi lahirnya sebuah keputusan bersejarah. Suara bulat 142 negara bergema, mengadopsi Deklarasi New York tentang Penyelesaian Damai Isu Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara.

Bagi bangsa Palestina, ini bukan sekadar teks diplomatik, melainkan cahaya yang lama dinanti. Cahaya yang menandai perjalanan panjang penuh luka, darah dan air mata menuju kemerdekaan, akhirnya mendapatkan pengakuan nyata dari dunia.

Yang membuat momen ini kian bermakna adalah, siapa saja yang kini berdiri di barisan pendukung. Negara-negara Barat yang sebelumnya ragu, bahkan menolak, akhirnya memilih untuk berkata: sudah waktunya Palestina merdeka.

Prancis, yang biasanya berhati-hati, kini justru tampil sebagai penggagas bersama Arab Saudi. Paris tak lagi sekadar berbicara tentang hak, tetapi tentang masa depan damai Timur Tengah.

Keputusan itu diikuti Inggris yang selama ini lebih sering abstain, kini berdiri tegas mendukung. Perdana Menteri Keir Starmer menyebut, kerangka dua negara berada di ujung tanduk dan dunia tak bisa lagi menunda tindakan.

Kanada, sekutu setia Israel, yang dulu menentang masuknya Palestina sebagai negara pengamat, juga berbalik arah. Pemerintahan baru di Ottawa, lewat Perdana Menteri Mark Carney, memilih menyatakan dukungan terbuka. “Keadilan tak bisa ditunda lagi,” katanya.

Langkah yang tak kalah mengejutkan datang dari Australia. Anthony Albanese, dengan suara yang lantang, menegaskan, pengakuan Palestina adalah kontribusi nyata Australia bagi momentum perdamaian global.

Di Eropa, negara-negara kecil yang selama ini jarang menjadi sorotan, ikut menambahkan bobot moral. Belgia menyebut dukungan ini sebagai bagian dari kewajiban internasional mencegah risiko genosida di Gaza.

Malta, sebuah negara kecil berpenduduk 520 ribu jiwa (2025), menegaskan sikapnya sebagai komitmen untuk perdamaian abadi.

Portugal, yang sejak lama mendukung resolusi-resolusi terkait Palestina, kini berani melangkah lebih jauh dengan pengakuan langsung.

Namun kejutan terbesar datang dari Berlin. Jerman, yang biasanya memilih abstain karena beban sejarahnya dengan Israel, akhirnya mendukung Deklarasi New York. Meski Berlin belum melangkah sejauh pengakuan resmi, keputusan ini sudah cukup untuk membuat dunia terperangah.

Kanselir Olaf Scholz menegaskan, solusi dua negara adalah jalan yang tak bisa dihindari, meski detailnya masih harus dinegosiasikan.

PETA JALAN KONKRET

Deklarasi New York sendiri bukan hanya simbol pengakuan. Tetapi menawarkan peta jalan konkret: gencatan senjata permanen di Gaza, pembebasan sandera, penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah Palestina, hingga pembentukan Misi Stabilisasi PBB untuk melindungi warga sipil.

Dengan itu, Palestina tak lagi sekadar berbicara tentang mimpi. Dunia kini menaruh kompas di tangannya, memberi arah menuju negara merdeka yang sejajar di mata hukum internasional.