“Mereka itulah garda terdepan demokrasi. Merekala adalah pejuang demokrasi yang sesungguhnya,” kata Nisbah.
PEMILU sudah di depan mata. Untuk memastikan pesta demokrasi itu berlangsung lancar, dibentuklah Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Berdasarkan Buku Panduan KPPS Tahun 2014, KPPS adalah badan ad hoc, yang dibentuk oleh Panitia Pemungutan Suara atas nama Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat kabupaten dan kota. Tugasnya, melaksanakan pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS.
Di kota, anggota KPPS boleh jadi akan bertugas dengan nyaman dan tenang, karena tersedianya fasilitas yang memadai. Tetapi tidak bagi mereka yang bertugas di wilayah yang jauh dari kota, atau di wilayah terluar, pun di wilayah pedalaman yang tanpa akses transportasi.
Kenyataan itu terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Kerap, anggota KPPS di pedalaman Sulteng harus berjalan kaki, bahkan sampai harus bermalam di tengah hutan, karena tidak ada kendaraan yang bisa menjangkau desa yang dituju.
Pun halnya anggota KPPS yang bertugas di pulau terluar. Mereka harus berjuang melawan ganasnya gelombang laut, karena terbatasnya akses transportasi laut. Nyawa taruhannya
Di Kabupaten Banggai Laut, wilayah bagian timur Sulteng misalnya, empat anggota KPPS harus menumpang perahu motor kayu yang sudah reot bermesin ketinting.
Mereka mereka tak ambil pusing, harus menggunakan perahu motor yang sudah reot. Tak khawatir dengan gelombang laut yang sesekali datang menghantam tanpa bisa diprediksi. Mereka bertarung nyawa, demi suksesnya pesta demokrasi.
kenyataan itu terlihat dari video pendek yang diterima kaidah.id pada Senin, 5 Februari 2024 malam. Di dalam video berdurasi satu menit 50 detik itu, empat anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) terlihat sedang berada di atas perahu motor bermesin ketinting yang sudah terbelah di bagian sampingnya.
“Falo… falo… falo… (kuras… kuras… kuras),” teriak salah seorang di video tersebut. (Maksudnya menguras air yang sudah masuk ke dalam perahu motor).
Di video yang lain, tampak ada delapan atau 10 anggota KPPS, dua di antaranya perempuan, sedang berada di atas perahu motor di tengah gelombang laut.
Di video kedua yang berdurasi 01 menit 49 detik itu, lebih menakutkan, karena tampak ombak yang menghantam perahu motor yang mereka tumpangi itu.
Lantaran itu, sesekali terdengar suara perempuan berteriak, karena perahu motor mereka diterjang ganasnya ombak.
Tanpa alat keselamatan, tak ada pelampung, tak memakai life jacket, para petugas KPPS itu rela bertarung nyawa, demi tugas yang mereka emban.
PEJUANG DEMOKRASI
Nisbah, anggota KPU Provinsi Sulteng yang dikonfirmasi membenarkan, mereka yang menggunakan dua perahu motor berbeda itu adalah petugas KPPS, yang sedang menyeberang lautan untuk melaksanakan Bimbingan Teknis (Bimtek) di Desa Bungin, Kecamatan Bokan Kepulauan, Kabupaten Banggai Kepulauan.
“Benar, mereka adalah petugas KPPS Desa Tikson yang sedang bertugas melaksanakan bimtek di Desa Bungin, Kecamatan Bokan Kepulauan di Kabupaten Banggai Laut,” kata Nisbah.
Para petugas KPPS itu harus menggunakan perahu motor bermesin ketinting, karena tak ada alat transportasi yang beroperasi setiap hari.
Bahkan, masyarakat setempat hanya mengandalkan perahu nelayan untuk bisa menyeberang dari satu pulau ke pulau lainnya, dengan dengan jarak tempuh sekira 1,5 jam.
Tetapi para petugas pemungutan suara itu memang harus berani mengambil resiko, karena pelaksanaan Pemilu 14 Februari 2024 harus berjalan lancar.
“Mereka itulah garda terdepan demokrasi. Merekala adalah pejuang demokrasi yang sesungguhnya,” kata Nisbah.
Pemerintah seharusnya dapat memfasilitasi alat transportasi memadai semacam speed boat bagi petugas penyelenggara pemilu itu, karena menggunakan perahu motor yang sudah reot itu, sangatlah berbahaya dan nyawa menjadi taruhannya.
“Betul. Kita tidak bisa membayangkan, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di tengah laut. Pemerintah memang harus memikirkan itu. Pemerintah harus memfasilitasi alat transportasi laut yang pantas bagi mereka itu,” tandas Nisbah. (Ruslan Sangadji)
Tinggalkan Balasan