PALU, KAIDAH.ID – Tenaga Ahli Layanan Hukum pada Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Salma Masri menegaskan, pihaknya akan terus mengawal kasus dugaan pencabulan dengan terlapor berinisial ABM.

Dia mengatakan, terlapor bisa dijerat dengan pasal berlapis, karena profesi ABM adalah seorang advokat, yang juga bagian dari penegak hukum.

UPTD PPA akan mengawal penerapan Pasal 76 E berkaitan dengan perbuatan cabulnya, serta Pasal 81 UUPA dan pemberatan hukuman, karena terlapor adalah advokat yang merupakan bagian dari aparat penegak hukum. Artinya, ada penambahan 1/3 dari hukuman pokok,” tegas Salma Masri.

Menurut Salma, laporan Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh terlapor ABM, diterima di UPTD PPA Provinsi Sulteng pada 15 Februari 2024 lalu.

“Kami telah memberikan layanan berupa assesmen psikologi klinis kepada korban, serta pendampingan hukum atas proses laporan kepolisian,” katanya.

Meski begitu, kata dia, ada upaya melakukan perdamaian oleh pihak terlapor, terutama istri terlapor beserta beberapa keluarga dekatnya, sehingga membuat ayah korban melakukan upaya pencabutan laporan di Polda Sulteng.

Tapi UPTD PPA, menurut Salma, telah melakukan kordinasi dengan penyidik terkait upaya pencabutan laporan tersebut, dengan menegaskan bahwa narasi UU perlindungan anak kasus kekerasan kepada anak, khususnya kekerasan seksul, merupakan delik biasa.

Artinya, kata dia, delik yang dapat diproses oleh penyidik tanpa persetujuan orang yang dirugikan. Dan setiap orang yang mengetahui, melihat terjadinya kekerasan seksual kepada anak, wajib melaporkannya.

“Itu tersirat dan tersurat dalam UU perlindungan anak, sehingga siapapun bisa menjadi pelapor dalam kasus ini,” jelasnya.

Oleh karena itu, menurut Salma Masri, sampai saat ini tim penyidik di UPPA Polda Sulteng, terus secara intens melakukan kordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Sulteng, karena pihaknya adalah mitra penegakkan hukum dalam persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Intinya, proses hukum sejauh ini tetap berjalan sesuai prosedur di ranah kepolisian,” ujarnya.

Sebelumnya, aktivis perempuan di Kota Palu, Soraya Sultan menilai, seorang pengacara berinisial ABM yang menjadi terlapor dalam dugaan kasus pencabulan anak di bawah umur, sebagai predator seksual.

“Jika membaca kronologis kasus pencabulan yang diduga dilakukan oleh ABM, saya secara pribadi mengatakan, yang bersangkutan adalah predator seksual,” tandas Soraya Sultan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kasubdit Penmas Polda Sulteng Kompol Sugeng Lestari, mengatakan, penyidik Polda Sulteng telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap ABM pada pekan ini.

Pemanggilan terhadap terlapor itu, karena yang bersangkutan berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/35/II/2024/SPKT/Polda Sulteng tanggal 12 Februari 2024, diduga melakukan pencabulan terhadap seorang anak perempuan berusia 10 tahun.

Berdasarkan laporan polisi, kasus pencabulan itu ditengarai sudah berlangsung selama empat tahun atau sejak 2020 hingga 2024 yang dilakukan di tiga tempat, yaitu di Jalan Merak, Jalan Setia Budi Palu dan di Desa Tinggede, Kabupaten Sigi.

Kasus pencabulan anak di bawah umur itu terbongkar, setelah korban menceritakan peristiwa yang dia alami itu kepada gurunya di sekolah. Menurut seorang saksi, korban meminta, agar gurunya melaporkan peristiwa yang dialaminya itu kepada polisi.

“Korban lebih memilih menceritakan kepada gurunya daripada keluarga, sebab berharap ada solusinya,” kata saksi. (RTS*)