PALU, KAIDAH.ID – Nama seorang anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Donggala Kodi, Kecamatan Ulujuadi, Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), tiba-tiba viral di sejumlah media, pasca Rapat Pleno Rekapitulasi Suara Pemilu 2024 di KPU RI, Sabtu, 16 Maret 2024 lalu .

Nama Sri Wahyuni ramai dibicarakan, karena diduga menandatangani surat pernyataan yang isinya terkait perubahan jumlah perolehan suara di TPS tempatnya bertugas. Surat pernyataan tersebut diteken pada 29 Februari 2024.

Karena namanya ramai diperbincangkan, Sri Nur Wahyuni akhirnya buka suara. Dalam sebuah rekaman suara yang diterima kaidah.id, Sri Nur Wahyuni mengaku tidak tahu menahu tentang surat pernyataan yang dipersoalkan di KPU RI, pada rapat pleno 16 Maret 2024 tersebut.

Menurutnya, dia pernah dimintai KTP oleh seorang petugas KPPS, tapi petugas tersebut tidak pernah menjelaskan apa maksud meminta KTP tersebut.

Sri Nur Wahyuni juga mengaku menandatangani semua dokumen pemilu, tetapi bukan menandatangani surat pernyataan di atas meterai seperti yang dipersoalkan di KPU RI tersebut.

Surat pernyataan anggota KPPS di Donggala Kodi, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, Sri Wahyuni. Tanda tangan di surat tersebut diduga dipalsukan | Foto: Ist

Dia mengatakan, ia tidak punya hak merubah hasil perolehan suara di form C Plano.

“Atas dasar apa saya merubah itu,” katanya.

Untuk diketahui, dalam rapat Pleno KPU RI 16 Naret 2024 lalu, terjadi perdebatan panas antara Ketua KPU, Hasyim Asy’ari dengan saksi dari Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Mereka membahas persoalan tanda tangan petugas KPPS atas nama Sri Nur Wahyuni, terlihat berbeda di surat pernyataan. Kemudian setelah dipenuhi keinginannya untuk melihat dokumen asli dari surat tersebut, saksi paslon 01 kembali protes dengan mempermasalahkan meterai yang dianggap bekas. Ketua KPU pun menilai, saksi tidak konsisten serta mencari-cari kesalahan lain.

Hasyim Asyari mencurigai adanya perbedaan tandatangan Sri Nur Wahyuni yang terdapat di lembar C Plano suara, dengan yang tertera ada di surat pernyataan.

“Surat pernyataan tersebut memiliki ciri-ciri seperti tulisan besar dan ditebalkan pada beberapa bagian. Namun, terdapat perubahan pada frasa-frasa tertentu, seperti garis miring dan angka pada lembar C Plano suara TPS 08, kelurahan Donggala,” ungkap Hasyim Asyari.

Hasyim Asy’ari juga menduga, ada pihak lain yang membuat surat pernyataan tersebut, dan Sri Wahyuni hanya menandatanganinya saja.

Lantaran itu, Ketua KPU RI meminta Bawaslu segera menindaklanjuti temuan itu untuk diproses hukum.

Sementara itu, dari penelusuran kaidah.id, terungkap bahwa Sri Nur Wahyuni memang tidak pernah membuat surat pernyataan, yang dipersoalkan dalam rapat pleno KPU RI tersebut.

Patut diduga, surat pernyataan itu dibuatkan atas perintah seorang caleg salah satu partai politik peserta pemilu dari daerah pemilihan Palu Barat – Ulujadi, Kota Palu.

Caleg tersebut pada Pemilu 14 Februari 2024 lalu, tidak mendapatkan suara signifikan, sehingga membuat meminta membuat surat pernyataan seakan-akan kejadian luar biasa di TPS itu, agar dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi KPU Kota Palu, Muhammad Musbah yang dikonfirmasi terpisah mengatakan, pihaknya segera memanggil Sri Nur Wahyuni untuk dimintai penjelasan mengenai masalah tersebut.

“Kita akan segera memanggil Ibu Sri Nur Wahyuni. Hasilanya akan kami sampaikan kepada publik melalui media,” tandas Muhammad Musbah. (RTS*)