Sebuah artikel hasil penelitian yang dipublish melalui Ejournal Undiksha, menjelaskan Ubi Banggai merupakan tanaman khas dari jenis umbi akar, termasuk famili Dioscoreaceae genus Dioscorea yang memiliki lebih dari 600 spesies. 10 spesies di antaranya dibudidayakan sebagai bahan pangan dan untuk obat-obatan.

Ubi ini merupakan kelompok tumbuhan Dioscoreaceae, yang memiliki ragam varietas berbeda-beda, meliputi 11 kultivar yang terdiri dari tiga kultivar Dioscorea esculenta, empat kultivar Dioscorea hispida dan satu kultivar Dioscorea bulbifera.

Fauzia dan Mas’udah (2015), berhasil menginventarisasi sebanyak 29 varietas Dioscoreaceae dari lima jenis spesies berbeda.

Banyaknya varietas Ubi Banggai ini, ternyata belum banyak diketahui oleh masyarakat luas, seperti jenis uwi (Diocroea alata), karena kebanyakan dari varietas Ubi Banggai ini hanya dapat tumbuh dengan baik di daerah Banggai Kepulauan dan sekitarnya.

HIKAYAT UBI BANGGAI

Menurut hikayatnya Ubi Banggai berasal dari Ternate. Kisahnya, bermula dari keluarga Sultan Ternate yang terusir kerajaan. Raja tersebut pergi dan pindah ke Banggai, hingga akhirnya menjadi penguasa di di wilayah tersebut. Keluarga Sultan Ternate itu membawa ubi dan ditanam di Banggai Kepulauan, terutama di Tomini dan Peling Barat.

Tanaman tersebut tumbuh subur, dan kebiasaan memanfaatkan ubi sebagai bahan makanan dari keluarga Sultan Ternate tetap diteruskan selama di Banggai Kepulauan, hingga masyarakatnya memanfaatkan sebagai makanan pokok.

Ubi Banggai biasanya di jual di pinggir jalan dan dipajang bersama hasil kebun lainnya, serta disandingkan dengan jenis tanaman umbi-umbian lainnya seperti ubi jalar dan ubi kayu. Harganya cukup terjangkau. Bentuknya ada beberapa macam; lonjong memanjang seperti ubi kayu, atau bulat seperti kentang tapi ukurannya agak besar. Memasaknya juga sangat mudah, bisa dengan cara direbus, dikukus, atau digoreng.

PANGAN ALTERNATIF

Tanaman uwi atau ubi, merupakan salah satu jenis tanaman umbi-umbian yang mempunyai kandungan karbohidrat tinggi (Chaniago, 2016; Kumar et al., 2017).

Hasil penelitian mengemukakan, salah satu jenis Ubi Banggai (Dioscorea alata L.) berpotensi untuk dijadikan sebagai alternatif pangan non-beras di masa mendatang, karena dapat dijadikan suatu produk makanan bernilai gizi tinggi, dapat menggantikan posisi tepung terigu, dan beberapa varietas bermanfaat untuk kesehatan.

Beberapa jenis ubi dari wilayah paling timur Sulawesi Tengah itu seperti Dioscorea alata L. dan Dioscorea esculenta (Lour.) Burk memiliki kandungan karbohidrat sekitar 20,4-47,9% (Indrawati et al., 2020).

Selanjutnya, Amar (2020) menerangkan, ubi itu, mengandung karbohidrat yang tinggi (73.04-74.87% bb) dan sebagian besar adalah pati. Tingginya kandungan karbohidrat pada ubi tersebut, menjadikannya sebagai pangan alternatif.

Presiden melakukan swafoto dengan pedagang di Pasar Salakan, Banggai Kepulauan | Foto: Setpres

Peranan ubi asal Bangkep itu, oleh masyarakat lokal sebagai panganan utama, telah tergeser dengan adanya beras (nasi). Banyaknya masyarakat yang lebih memilih mengkonsumsi beras dibanding sumber pangan alternatif, menjadi salah satu permasalahan dalam sektor pertanian.

Jenis pangan alrternatif sangat dibutuhkan dalam ketahanan pangan nasional, berbagai komoditas pertanian memiliki kelayakan yang cukup baik untuk dikembangkan di Indonesia, salah satunya umbi-umbian, karena merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan gizi yang baik sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber pangan alternatif (Haliza et al., 2017).

Ketahanan pangan sangat dipengaruhi oleh keadaan darurat dan jumlah beras yang dibutuhkan (Bello, 2005), sehingga pemanfaatan pangan alternatif akan sangat membantu ketahanan pangan di Indonesia.

Ubi Banggai yang memiliki kandungan karbohidrat cukup tinggi, dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif, mengingat pentingnya mengembangkan sumber pangan alternatif, untuk ketahanan pangan di masa mendatang di Kabupaten Banggai Kepulauan, yang didukung oleh jumlah varietas Ubi Banggai yang beragam tersebut. (Ruslan Sangadji*)