KASUS MAFIA TANAH bukan sekadar cerita pepesan kosong. Tetapi kasus itu benar adanya. Bahkan mungkin terjadi di seluruh wilayah Nusantara.
Tahun 2024 saja, tercatat ada 87 kasus mafia tanah di berbagai daerah. Dari jumlah kasus itu, Menteri Agraria Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Agus Harimurty Yudhoyono atau AHY menyebutkan, ada 92 orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Menteri AHY, kasus terbesar berada di Kabupaten Grobogan. Sang mafia tanah merebut 82,6 hektare tanah SHGB dari pemenang lelang. Kerugian yang diselamatkan dari kasus tersebut mencapai Rp3,41 triliun.
Kasus itu disebut bermula pada 2010-2011, ketika tersangka yang merupakan direktur PT AAA dengan inisial DBY (66) mengalihkan hak tanah SHGB Nomor 1 milik PT Azam Laksana Intan Buana (ALIB) kepada perusahaannya, yakni PT AAA
“Modus operandinya adalah pemalsuan akte otentik tentang akte kepemilikan tanah tanpa persetujuan pemilik yang sah sehingga seolah-olah menghilangkan hak pemilik yang sah atas bantuan oknum notaris,” jelas AHY.
Kasus itu hampir mirip dengan modus operandi yang terjadi Desa Lolu, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Dalam kasus tersebut, ada tanah seluas 6.398 meter persegi telah menjadi milik Joni Mardanis. Tanah tersebut telah dibeli sejak tahun 2012 seharga Rp700 juta dari keluarga Hubaib.
Tiba-tiba, pada rahun 2023 berdiri sebuah gudang cat di atas tanah milik Joni Mardanis yang telah dibeli dari keluarga Hubaib tersebut.
Pihak keluarga Hubaib kaget, karena mereka merasa tak pernah menjual tanah tersebut kepada pihak pemilik gudang cat. Mereka hanya tau pemilik tanah itu adalah Joni Mardanis.
Kaidah.id mencoba menelusurinya dengan menemui Abdurrahman Hubaib, salah seorang ahli waris itu bernama Abdurrahman Hubaib dan Afiah Hubaib di rumah mereka di Desa Lolu.
Keluarga itu ngotot, bahwa mereka tak pernah memindahtangankan lokasi tersebut kepada orang lain.
“Kami sudah menjualnya kepada Pak Joni Mardanis tahun 2012 lalu. Transaksinya di hadapan kami tujuh orang ahli waris di Pondok Pesantren Kabeloa Alkhairaat, Pewunu,” kata Abdurrahman Hubaib.
Lantaran itu, Abdurrahman Hubaib kaget, karena tanah yang telah menjadi milik Joni Mardanis itu, justru dibangunkan gudang tanpa sepengetahunnya.
“Kami merasa bertanggung jawab karena khawatir, nanti disangkanya kami yang menjual lagi kepada pihak lain,” katanya.
Kepala Desa Lolu Kurniadin Lacedi seolah lepas tangan. Itu terjadi Ketika pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengirimkan form diparaf, dia menolaknya.
Dia beralasan, tidak berani membubuhkan paraf di lembaran form tersebut. Dia beralibi, akan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan kepala BPN Sigi.
Padahal, pihak keluarga Hubaib telah empat kali datang menemui kepala desa, baik di rumah maupun di kantornya.
Kepala Desa Kurniadin Lacedi hanya mengirimkan pesan melalui WhatsApp. “Dopa mabia ku teke itu le. Merapi ampu yaku,” tulis kepala desa. (Belum berani saya tanda tangan itu. Mohon ampun saya).
Entah apa maksud dari isi pesan kepala desa kepada Retno Simpalogo, pihak yang mendampingi Abdurrahman Hubaib. Akhirnya, sampai saat ini, masalah jual beli tanah yang diduga illegal itu belum dapat diselesaikan.
Pihak BPN Sigi yang dikonfirmasi, hanya mengatakan, masalah itu ada di bidang sengketa. Pihak pemilik lahan diminta bersurat resmi untuk diadakan mediasi.
Namun, pemilik lahan menolak mediasi, karena lahan itu sah milik mereka, dengan nomor hak milik 00930, tertanggal 11 Oktober 201, yang ditandatangani Kepala Kantor Pertanahan Sigi, Ady Suprastio, SH.
Tanah itu juga lengkap dengan Surat Ukur Nomor: 10/Lolu/2012, dengan surat pendaftaran 50.2-54.186-08-6, yang ditetapkan oleh petugas ukur atas nama L. Rinanto, ST.
Belakangan, informasi yang diterima media ini menyebutkan, diduga tanah tersebut telah diperjualbelikan dengan pihak lain seharga miliaran rupiah. Sejumlah orang diduga turut terlibat dalam penjualan itu kepada pengusaha pemilik gudang cat. Keluarga Hubaib menduga, seseorang berinisial DM adalah orang yang berada di balik itu semua.
“Kami sudah coba cari DM di kantornya, yang katanya di Jalan Basuki Rahmat, tapi kami tidak pernah bertemu,” kata Abdurrahman.
Kaidah.ID juga berusaha mencari tahu keberadaan DM, tapi sampai berita ini terbit, tak pernah diketahui di mana keberadaan yang bersangkutan.
Hanya saja, belum diketahui secara pasti, siapa saja mereka yang terlibat dalam jual beli tanah secara ilegal itu. Pihak keluarga Hubaib juga sedang mencaritahu itu.
“Itu juga yang sedang kami cari tahu. Siapa sebenarnya yang telah menjualnya. Kami yakin, pasti ada surat tanah atau sertifikat tanah palsu yang dipakai untuk jual beli tanah itu. Tidak mungkin kami kakak beradik keluarga Hubaib yang menjualnya lagi,” kata Retno Simpalogo, pihak yang mendampingi Abdurrahman Hubaib.
Oleh karena itu, pihak keluarga Hubaib mengancam, jika tidak ada pihak yang mengakui telah menjual tanah tersebut, ia dan keluarganya akan memalang pintu masuk gudang.
“Sampai ada yang mengaku, barulah kami membuka kembali palang pintu gudang,” tegasnya.
Kini, pihak kuasa hukum Joni Mardanis telah menyiapkan beberapa kemungkinan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Salah satunya adalah menyiapkan somasi kepada pihak-pihak terkait. (*)
Editor: Ruslan Sangadji
Tinggalkan Balasan