PALU, KAIDAH.ID – Penawaran layanan pinjaman online atau fintech lending menjelang Idul Fitri, ramai berseliweran di media sosial dan aplikasi percakapan pribadi.

Fintech Lending atau disebut juga Fintech Peer-to-Peer Lending (Lending) atau Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) adalah salah satu inovasi pada bidang keuangan dengan pemanfaatan teknologi yang memungkinkan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman melakukan transaksi pinjam meminjam tanpa harus bertemu langsung.

Mekanisme transaksi pinjam meminjam, dilakukan melalui sistem yang telah disediakan oleh Penyelenggara Fintech Lending, baik melalui aplikasi maupun laman website.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Gamal Abdul Kahar meminta warga Sulteng mewaspadai layanan fintech lending itu.

“Jangan sampai warga menjadi korban karena iming-iming pinjaman dana dengan sangat mudah itu, padahal ternyata ilegal,” kata Gamal Abdul Kahar.

Menurut Kepala OJK Sulteng, masyarakat biasa punya kebutuhan yang meningkat jelang lebaran sehingga cenderung membutuhkan dana yang cepat. Kebutuhan yang cepat itu, biasanya dimanfaatkan oleh pihak fintech lending ilegal untuk menarik mangsanya atau menjerat warga.

“Biasanya juga, mereka meminta akses daftar kontak pada perangkat handphone dan dokumen pribadi. Jadi warga harus waspada. Sekali lagi, jangan sampai jadi korban,” kata Gamal

“Akhirnya warga menjadi korban. Jadi harap berhati-hati,” katanya mengingatkan.

Kepada kaidah.id Kepala OJK Sulteng Ia menjelaskan pihak penyedia layanan pinjaman online itu tidak hanya menjerat korban melalui aplikasi yang mereka buat, tapi juga menawarkan pinjaman via SMS dan WhatsApp.

Jika warga menerima pesan berantai pinjaman online itu, silakan cek legalitasnya. Jika fintech lending itu tidak memiliki izin atau tidak terdaftar di OJK, biasanya menawarkan bunga tinggi dan waktu pinjaman tidak jelas.

Mereka juga, kata Kepala OJK, tidak menuliskan alamat perusahaan di aplikasinya, tidak memiliki kontak telepon pengaduan dan penagihannya dengan cara ancaman, kekerasan dan pelecehan nama baik peminjam.

“Biasanya juga, mereka meminta akses daftar kontak pada perangkat handphone dan dokumen pribadi. Jadi warga harus waspada. Sekali lagi, jangan sampai jadi korban,” kata Gamal. (ochan)