JAKARTA, KAIDAH.ID – Pemerintah berkomitmen mempercepat hilirisasi industri di berbagai sektor guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, hingga tahun 2040, program hilirisasi terhadap 28 komoditas diproyeksikan membutuhkan investasi sebesar US$ 618 miliar atau setara dengan Rp10.028 triliun (asumsi kurs Rp16.227 per US$).
“Hilirisasi menjadi kunci untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional hingga mencapai 7-8%. Kami menghitung, dari 28 komoditas itu total investasinya mencapai US$ 618 miliar sampai dengan 2040,” ujar Bahlil dalam acara Beritasatu Outlook 2025, Kamis, 30 Januari 2025.
Bahlil menjelaskan, hilirisasi mencakup berbagai sektor strategis, termasuk kehutanan, pertanian, perikanan, minyak dan gas bumi, serta mineral dan batu bara. Menurutnya, salah satu faktor utama yang dapat menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi adalah penguatan industri hilirisasi karena mampu menciptakan nilai tambah yang lebih besar.
“Banyak yang bertanya bagaimana cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Saya bilang harus ada pemicunya. Salah satunya adalah industri hilirisasi karena ini berhubungan langsung dengan penciptaan nilai tambah,” jelasnya.
Sebagai langkah konkret, Presiden Prabowo Subianto telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi melalui Keputusan Presiden (Keppres), dengan Bahlil ditunjuk sebagai Ketua Satgas untuk mengarahkan kebijakan hilirisasi ke depan.
Bahlil optimistis, keberhasilan program ini akan meningkatkan pendapatan per kapita, Produk Domestik Bruto (PDB), serta membuka lapangan kerja yang lebih berkualitas.
Bahlil mencontohkan, kesuksesan hilirisasi pada komoditas nikel. Pada periode 2017-2018, nilai ekspor nikel Indonesia hanya mencapai US$ 3,3 miliar. Namun, setelah adanya kebijakan hilirisasi, angka tersebut melonjak drastis menjadi US$ 33-34 miliar dalam waktu lima tahun.
“Hilirisasi nikel telah membuat Indonesia menjadi pemasok utama produk nikel, stainless steel, dan baja di dunia. Ini juga yang membantu mengurangi defisit perdagangan antara Indonesia dan China,” tandasnya. (*)
Editor: Ruslan Sangadji
Tinggalkan Balasan