RAMADHAN itu bulan cinta. Ia bukan hanya tentang ibadah, tetapi juga tentang bagaimana kita mengisi hati dengan cinta kepada Allah, cinta kepada sesama, dan cinta kepada kebaikan. Sebab, di balik setiap ibadah yang kita lakukan, ada kasih sayang Allah yang begitu luas, yang membimbing kita menuju jalan yang lebih baik.

Cinta yang paling utama adalah cinta kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Ramadhan itu mengajarkan untuk lebih merasakan kehadiran-Nya dalam setiap detik kehidupan.

Berpuasa itu bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga sebagai bentuk cinta dan kepatuhan. Saat bangun di sepertiga malam, itu bukan karena paksaan, tetapi karena kita rindu berbicara dengan-Nya, mengadu, memohon, dan bersimpuh dalam sujud penuh cinta kepada-Nya. Kita rindu bermesraan dengan Sang Maha Mesra dan Maha Cinta.

Allah berfirman:

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Katakanlah, jika engkau benar-benar mencintai Tuhanmu, maka ikutilah jejak Rasul-Nya. Niscaya kasih sayang-Nya akan menyelimuti hatimu, dosa-dosamu akan teramputasi, dan rahmat-Nya akan mengalir tanpa batas. Sebab Dia adalah Sang Maha Pengampun, yang selalu membuka pintu maaf bagi hamba-hamba-Nya yang kembali.” (QS. ‘Ali Imran: 31)

Ramadhan juga mengajarkan untuk mencintai sesama. Berbagi makanan dengan orang yang berpuasa, itu juga wujud cinta dan kepedulian. Membantu orang yang membutuhkan, bukan karena mereka kekurangan, tetapi karena ada cinta dalam hati yang tumbuh dan berkembang, menjadi cahaya yang menerangi hidup orang lain.

Rasulullah bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Keimanan seseorang belumlah utuh hingga ia menanamkan cinta di hatinya, mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri—tanpa iri, tanpa dengki, hanya ketulusan yang bersemi.” (HR. Bukhari & Muslim)

Ramadhan juga mengajarkan untuk mencintai diri sendiri dengan cara yang benar. Menjaga tubuh dari makanan haram, menjaga lisan dari kata-kata yang menyakiti, menjaga hati dari kebencian, dan menjaga pikiran dari hal-hal yang merusak. Karena mencintai diri sendiri bukan berarti memanjakan nafsu, tetapi mendidik diri agar lebih merasakan keberadaan-Nya.

Pada akhirnya, Ramadhan menjadi momentum menanam cinta. Cinta yang tidak hanya bertahan selama Ramadhan, tetapi terus hidup dalam sepanjang hayat. Cinta yang membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik, lebih merasakan keberadaan Allah dalam diri kita, lebih peduli kepada sesama, dan lebih menghargai kehidupan yang telah Allah berikan. Wallahu ‘Alam. (*)

(Ruslan Sangadji)