JAKARTA, KAIDAH.ID – Koalisi Masyarakat Sipil mengecam pernyataan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, yang dinilai tidak menunjukkan empati atas teror kepala babi di kantor redaksi Tempo. Pernyataan Hasan Nasbi yang menyarankan “memasak kepala babi” dianggap merendahkan dan mencederai prinsip kebebasan pers.

Dalam pernyataan resminya, Koalisi Masyarakat Sipil menilai, sikap Hasan Nasbi menunjukkan arogansi dan rendahnya komitmen pemerintah terhadap demokrasi dan kebebasan sipil. Mereka menegaskan, sebagai pejabat yang mewakili komunikasi Presiden, Hasan Nasbi seharusnya menunjukkan keprihatinan terhadap intimidasi yang dialami insan pers.

“Pernyataan Hasan Nasbi selain tidak berempati, juga melanggar prinsip kebebasan pers. Ungkapan tersebut cenderung merendahkan dan tidak patut disampaikan oleh seorang Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan,” tegas Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulisnya yang diterima kaidah.id, Sabtu, 22 Maret 2025.

Koalisi mengingatkan Presiden, untuk tidak membiarkan pernyataan tersebut berlalu begitu saja. Koalisi Masyarakat Sipil menilai, komentar yang meremehkan tindakan teror semacam ini, dapat menumbuhkan rasa tidak aman bagi jurnalis yang menjalankan tugasnya.

“Terlepas dari posisi kritis media terhadap pemerintah, pernyataan yang menyepelekan teror ini mengusik hak rasa aman jurnalis dalam kerja-kerja jurnalistik mereka,” lanjut pernyataan tersebut.

Koalisi juga mendesak Presiden, untuk mengevaluasi jabatan Hasan Nasbi sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan. Mereka menilai, dengan pernyataan seperti itu, Hasan Nasbi tidak memiliki kelayakan etika untuk menjadi ujung tombak komunikasi Presiden.

“Nampaknya Hasan Nasbi tidak cukup patut secara etika untuk menyampaikan pesan kepresidenan kepada masyarakat. Apalagi, peristiwa penghapusan cuitannya di akun X tentang RUU TNI menjadi catatan tambahan untuk mengevaluasi kinerjanya,” tulis Koalisi Masyarakat Sipil.

Selain mengkritik sikap Hasan Nasbi, Koalisi Masyarakat Sipil juga menyatakan keprihatinan dan solidaritas terhadap Tempo atas teror kepala babi tersebut. Mereka menilai tindakan semacam ini adalah bentuk intimidasi yang seharusnya sudah ditinggalkan di negara demokrasi.

“Cara-cara teror seperti ini ternyata masih digunakan untuk mengintimidasi kebebasan dan demokrasi. Praktik purba yang seharusnya sudah ditinggalkan, justru masih terjadi hingga hari ini. Karena itu, penting bagi aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini hingga pelakunya terungkap,” tegas mereka.

Pernyataan sikap ini ditandatangani oleh sejumlah tokoh dari berbagai organisasi masyarakat sipil, di antaranya Wahyudi Djafar (Elsam), Al Araf (Centra Initiative), Ardimanto (Imparsial), Julius Ibrani (PBHI), Islah (Walhi), Bhatara Ibnu Reza (De Jure), dan Daniel Awigra (HRWG).

Peristiwa teror kepala babi di kantor Tempo ini menjadi sorotan publik karena dinilai sebagai upaya membungkam kebebasan pers di Indonesia. Hingga kini, aparat kepolisian belum mengumumkan hasil penyelidikan terkait pelaku dan motif di balik aksi tersebut.

Sebelmnya, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, merespons kasus teror pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica).

Namun, respons tersebut sangat tidak terduga. Hasan Nasbi menyarankan agar kepala babi itu dimasak saja.

“Udah, dimasak aja,” ujarnya, saat diwawancarai jurnalis, Jumat, 21 Maret 2025. (*)

Editor: Ruslan Sangadji