JAKARTA, KAIDAH.ID – Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Nani Afrida, mengecam keras kasus kematian jurnalis asal Palu, Situr Wijaya (33), yang ditemukan tak bernyawa di Hotel D’Paragon, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Nani Afrida mengatakan, peristiwa ini sebagai bukti keamanan jurnalis di Indonesia bukan hanya rapuh, tetapi sudah masuk tahap yang sangat mengkhawatirkan.
“Keamanan jurnalis di Indonesia bukan hanya rentan, tetapi sudah masuk tahap terancam,” kata Nani dalam pernyataan tertulis yang diterima kaidah.id, Senin, 7 April 2025.
Nani menegaskan, kekerasan terhadap jurnalis, termasuk dalam bentuk intimidasi hingga kematian, merupakan ancaman nyata terhadap kerja-kerja jurnalistik yang bebas dan merdeka.
Ia menilai, jika tidak diusut tuntas, kasus ini akan memperkuat budaya impunitas di Indonesia dan membuka celah kekerasan serupa terulang di masa depan.
“Kasus seperti ini harus dituntaskan agar tidak menciptakan impunitas bagi pelaku, atau calon pelaku di masa depan. Atmosfer ancaman terhadap jurnalis semakin tebal, dan seharusnya negara hadir untuk memberikan perlindungan,” tegasnya.
Kematian Situr Wijaya menambah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis dalam dua tahun terakhir. Sebelumnya, jurnalis Rico Sampurna tewas dalam kebakaran bersama keluarganya pada 2024. Sementara itu, publik juga belum melupakan kasus Juwita, jurnalis asal Banjarbaru, yang tewas dicekik oleh seorang prajurit TNI AL.
Jenazah Situr ditemukan dalam kondisi penuh luka dan lebam. Meski polisi telah memeriksa tiga saksi, penyebab pasti kematian Situr belum sepenuhnya terungkap. Keterangan sementara menyebut adanya infeksi paru-paru, namun AJI menilai investigasi harus dilakukan lebih mendalam, mengingat adanya indikasi kekerasan fisik.
“Luka-luka di tubuhnya menunjukkan bahwa ini bukan kematian biasa. Harus ada kejelasan dan keadilan,” ujar Ketua AJI Nani Afrida.
Jenazah Situr Wijaya telah dimakamkan di kampung halaman istrinya di Desa Bangga, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, pada Ahad, 6 April 2025. AJI bersama komunitas jurnalis mendesak kepolisian untuk membuka proses penyelidikan secara transparan dan menghukum pelaku sesuai hukum yang berlaku.
Bagi Nani Afrida, kasus ini menjadi pengingat, bahwa tugas jurnalis dalam mengungkap kebenaran dan menjaga demokrasi bukan tanpa risiko.
Ia menyerukan solidaritas jurnalis di seluruh Indonesia untuk terus memperjuangkan kebebasan pers dan melawan segala bentuk kekerasan terhadap pekerja media. (*)
Editor: Ruslan Sangadji
Tinggalkan Balasan