PEMIKIRAN mendalam ulama kenamaan asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi, patut menjadi perhatian, terutama dalam menanggapi penafsiran sebagian kalangan sufi terhadap sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ عَلَى صُورَةِ الرَّحْمَنِ

Innallāha khalaqa Ādama ‘alā ṣūratir-Raḥmān

Artinya: “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam menurut rupa ar-Rahman.”

Dalam bukunya Tuntunan Generasi Muda yang diterbitkan oleh Risalah Nur Press, Nursi menegaskan, makna hadis ini harus dikembalikan kepada prinsip dasar keimanan Islam yang lurus dan bersih dari penyerupaan terhadap Allah.

Ia mengkritik keras kelompok tertentu yang, dalam kondisi ekstase spiritual atau mabuk cinta ilahi, menafsirkan, wajah manusia merupakan “cermin dari bentuk ar-Rahman”.

“Hadis ini oleh sebagian kalangan sufi ditafsirkan secara aneh, tidak sesuai dan tidak sejalan dengan kaidah-kaidah keimanan,” tulis Nursi.

Menurutnya, penafsiran seperti itu bertentangan dengan akidah Islam dan tidak dapat dibenarkan secara syariat, terutama jika diucapkan oleh orang dalam keadaan sadar.

“Jika ada seseorang yang menerimanya, berarti ia telah jatuh ke dalam lembah kesalahan dan berseberangan dengan kebenaran,” tegasnya.

Nursi menjelaskan, meskipun ucapan dari para “pencari Tuhan” yang sedang tidak sadar bisa jadi dimaafkan, hal itu tidak boleh dijadikan dasar kebenaran atau pijakan dalam memahami ajaran agama.

Ulama pembaharu ini kembali menegaskan, Allah adalah Dzat Yang Mahasuci dan Maha Esa dalam segala sifat-Nya. Allah tidak menyerupai makhluk dalam bentuk apa pun, dan mengatur alam semesta dengan hikmah yang sempurna, dari langit yang luas hingga partikel terkecil di bumi.

“Allah tidak memiliki bentuk, sekutu, padanan, maupun tandingan,” tulis Nursi, seraya mengutip firman Allah dalam Surat Asy-Syura ayat 11:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

Laisa kamitslihi syai’un wa huwa as-samī‘ul baṣhīr

Artinya:Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (QS Asy-Syura: 11)

Melalui penjelasan tersebut, Nursi menekankan pentingnya menjaga kemurnian akidah dalam memahami teks-teks keagamaan.

Ia mengingatkan agar umat Islam tidak terjebak dalam penafsiran batiniah yang menjauh dari nash dan berpotensi menyimpang.

Bagi Badiuzzaman Said Nursi, mencintai Allah adalah jalan yang mulia, namun tetap harus berpijak pada akidah yang benar dan kesadaran yang lurus sesuai tuntunan wahyu. (*)

Editor: Ruslan Sangadji