MOROWALI, KAIDAH.ID – Di tengah pesatnya pertumbuhan kawasan industri di Morowali, Sulawesi Tengah, muncul kisah-kisah sukses dari pelaku usaha kecil yang ikut tumbuh bersama geliat ekonomi lokal. Seorang di antaranya adalah Abdullah (53), pemilik warung makan “Dapur Pak Dul” di Desa Bahomakmur, Kecamatan Bahodopi.

Hijrah dari Soppeng, Sulawesi Selatan, Abdullah memulai usahanya secara sederhana pada tahun 2018. Awalnya hanya sebuah warung kecil, kini usahanya berkembang pesat menjadi salah satu rumah makan paling ramai di sekitar kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

“Dulu warung ini cuma buka dari pagi sampai sore. Sekarang saya buka 24 jam. Banyak pelanggan dari karyawan PT CTLI yang kerja malam,” ungkap Abdullah saat ditemui di warungnya seperti dikutip dari rilis resmi PT IMIP.

CTLI atau PT Chengtok Litium Indonesia, merupakan salah satu tenant di kawasan IMIP yang mulai beroperasi pada Oktober 2024. Lokasinya hanya sekitar satu kilometer dari Dapur Pak Dul. Sejak itu, permintaan makanan meningkat tajam, terutama dari karyawan pabrik yang bekerja dalam sistem shift malam.

Tak hanya menambah meja dan kursi, Abdullah kini mempekerjakan 18 orang untuk mengelola usahanya — dari juru masak, pelayan, hingga kurir pengantar makanan.

Usahanya menjadi salah satu contoh nyata bahwa kehadiran kawasan industri dapat menciptakan peluang usaha dan membuka lapangan kerja baru di sektor informal dan UMKM.

UMKM BAHODOPI TUMBUH 67 PERSEN

Cerita Abdullah adalah satu dari ribuan kisah sukses UMKM di Bahodopi. Berdasarkan data dari PT IMIP, jumlah unit UMKM di Kecamatan Bahodopi meningkat pesat dari 4.697 unit pada 2021 menjadi 7.643 unit pada Maret 2025 atau naik 62,7 persen dalam lima tahun.

UMKM tersebut telah menyerap sedikitnya 16.705 tenaga kerja. Tiga jenis usaha yang paling dominan adalah kios sembako dan Pertamini (981 unit), stan minuman (735 unit), dan warung makan semi permanen (670 unit).

Geliat kehidupan di kawasan PT. IMIP | Foto: Humas IMIP

Head of Media Relations Department PT IMIP, Dedy Kurniawan, menjelaskan, pertumbuhan ini mencerminkan iklim usaha yang semakin dinamis dan potensi ekonomi lokal yang semakin menggeliat.

“UMKM jadi penopang utama perekonomian lokal. Mereka menyerap tenaga kerja, mendukung konsumsi harian, dan memperkuat struktur ekonomi daerah,” kata Dedy, Selasa, 1 Juli 2025.

Pertumbuhan UMKM di Bahodopi paling signifikan terjadi pada 2024, dengan kenaikan hingga 14,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Lonjakan ini seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang datang ke Bahodopi, baik untuk bekerja langsung di perusahaan tenant kawasan IMIP maupun untuk membuka usaha di sekitar kawasan.

Menurut Dedy, tren ini adalah bagian dari fase “stabilisasi ekonomi lokal” pasca booming industri nikel di Morowali. Namun, ia juga mengingatkan, ke depan tantangannya adalah bagaimana mempertahankan daya saing dan keberlanjutan UMKM agar tetap bertahan dalam ekosistem yang terus berkembang.

UMKM, PILAR EKONOMI TAK TERGANTIKAN

Di balik geliat industri besar, kisah seperti Dapur Pak Dul, menjadi pengingat bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya soal investasi miliaran dolar, tapi juga soal kesempatan kecil yang memberi penghidupan besar.
Bagi warga seperti Abdullah dan puluhan ribu pekerja di sektor informal, keberadaan industri bukan hanya membawa asap dan suara mesin, tapi juga harapan.

Warung-warung kecil, kios sembako, dan lapak minuman di Bahodopi kini menjadi bagian penting dari ekosistem kawasan industri.

Mereka hadir sebagai penopang logistik harian, tempat bersantai para pekerja, sekaligus denyut nadi ekonomi lokal yang nyata dan terasa.

Editor: Ruslan Sangadji